Saya selalu merasa resah bila menyaksikan dua petinju saling berdoa untuk kemenangan masing-masing sebelum bertanding. Apalagi bila keduanya berbeda agama. Lalu disusul dengan saling hantam tanpa ampun dan belas kasihan, yang bisa saja menyebabkan gegar otak atau alzheimer dihari tua mereka. Resah oleh godaan fikiran kepada siapa Tuhan berpihak. Bukankah memohon kemenangan untuk diri-sendiri sama dengan memohon kekalahan untuk lawannya? Semoga Tuhan membantu untuk meng-knockout lawan-mainnya yang bisa saja berarti retak tengkorak, masuk rumah sakit atau mati? Seandainya ada orang bijak yang dapat menerangkan dengan jelas bahwa tidak ada konflik antara bertinju dan berdoa, saya tetap merasa resah. Berdoa adalah pernyataan diri tidak berdaya, tunduk dan memohon kekuatan atau belas kasihan dari Yang Maha Kuasa agar maksud dan tujuannya tercapai. Dengan kerendahan hati, disertai sikap pasrah.
Sedangkan semangat bertinju adalah membanggakan diri, mengintimidasi, menantang, merangsek dan menyerang. Menggunakan tipuan dan kekuatan untuk memukul sekeras-kerasnya agar lawan terkapar dan tidak dapat bangun lagi. Ia harus berani, kuat menahan rasa sakit dan tetap tenang menghadapi tekanan. Untuk meraih kemenangan, menikmati pujian dan tepuk-sorak penonton sambil menengadah keatas sebagai deklarasi bahwa ia bukan makhluk sembarangan. Itulah nikmatnya kita menonton pertandingan tinju. Moralitas dunia tinju adalah ambisi, supremasi, kemenangan dan ketenaran. Mengalahkan lawan dan menghidari kekalahan. Seberapa besar kekaguman orang terhadap dirinya, itulah ukuran prestasinya. Tidak peduli ia mempunyai niat baik atau beriman (kalau berdoa dianggap ciri orang beriman) atau tidak. Sebaliknya semangat berdoa adalah berserah diri, bersujud dan memohon. Keduanya jelas berseberangan, beda dan berlawanan. Semangat bertinju tidak mungkin didamaikan dengan iman dan doa. Nafsu mengalahkan orang lain tidak bisa dicampur-adukkan dengan semangat berserah diri kepada Tuhan. Setidaknya dalam hal bertinju, yang satu-lawan satu. Orang yang beranggapan bahwa tidak ada konflik antara keduanya adalah gegabah. Akibatnya semangat pertinjuan, disadari ataupun tidak, telah meresap dan menjalar kedalam pola pikir kita dalam menjalankan bisnis dan berpolitik. Bahkan dalam persaingan akademis. Kalau mau menang, robohkan lawan; jangan sekali-kali diberi kesempatan.
Manusia terdiri dari jasmani dan rohani, dari setetes cairan dan tiupan ruh dari Allah swt. Keduanya mempunyai sifat dan tuntutan sendiri-sendiri. Orang yang beriman diharuskan menempatkan diri dan menjaga keseimbangan diantara keduanya. Salah satu hadis nabi menerangkannya dengan jelas. "Berbuatlah untuk duniamu seolah-olah engkau akan hidup abadi dan berbuatlah untuk akhiratmu seolah-olah engkau akan mati esok". Tetapi melihat orang berdoa sebelum saling jotos, tetap saja meresahkan hati saya. Anda?