Gunung Slamet pada hakikatnya sedang meletus. Sejak 23 April 2009, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menaikkan status gunung ini dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (level III), menyusul terjadinya peningkatan jumlah letusan menjadi 360 kali/hari (rata–rata) dengan /trend/ cenderung naik secara linier dari hari ke hari, sebagaimana direkam dalam grafik gempa letusan yang diproduksi Pos Pengamatan Gunung Api Gambuhan, Pulosari, Pemalang. Letusan didominasi semburan debu tipis setinggi 600 m dari puncak (rata–rata), disertai lontaran piroklastika pijar setinggi 25–100 m yang kemudian jatuh lagi ke kawah. Juga terjadi peningkatan lepasan gas SO_2 dari 30–70 ton/hari di saat normal menjadi 60–140 ton/hari. Migrasi magma ke tubuh Gunung Slamet pun telah memanaskan mata air Pandansari dan Pasepuhan sehingga masing–masing mengalami kenaikan suhu 14° C dan 3° C dari normalnya. Secara umum letusan Gunung Slamet memiliki skala VEI (Volcanic Explosivity Index) 1, dimana semburan debunya takkan melebihi 1 km dari puncak, dengan volume materi letusan berkisar 10 ribu meter kubik.
Persoalannya sekarang, bagaimana “prospek” letusan Gunung Slamet ini dan apa yang harus kita perbuat untuk menghindari bahaya letusannya ?
Gunung Slamet merupakan gunung api muda tipe strato yang cukup unik di kawasan Jawa bagian Tengah, karena tidak memiliki sejarah letusan dahsyat seperti halnya gunung–gunung api muda yang berdekatan seperti Gunung Papandayan, Galunggung maupun Dieng. Ini bisa dilihat dari rupabumi Gunung Slamet yang relatif masih berbentuk kerucut utuh dan ketinggiannya yang besar (> 3.000 m), tanpa ada tanda – tanda sisa letusan dahsyat seperti halnya kaldera, kaldera tapal kuda ataupun runtuhnya (longsornya) salah satu sayap gunung api tersebut. Sebagai pembanding, letusan dahsyat telah dialami Gunung Papandayan pada 1772 silam (yang membentuk kaldera tapal kuda dan meruntuhkan salah satu sayap gunung), Galunggung 5.000 tahun silam (yang materi runtuhan sayapnya terserak demikian jauh hingga membentuk Perbukitan Sepuluh Ribu), Dieng 16.000 tahun silam (yang membentuk kaldera) dan juga Merapi 1.000 tahun silam (yang mengubur peradaban Mataram Hindu dan memaksa evakuasinya ke Jawa Timur).
Letusan Gunung Slamet, yang telah tercatat dengan baik sejak tahun 1772, senantiasa terjadi di kawah barat yang punya diameter 450 m dan kedalaman 150 m itu. Letusan umumnya berbentuk semburan debu tipis disertai lontaran piroklastika pijar dan kadang–kadang muncul aliran lava pijar, dengan durasi letusan rata–rata hanya beberapa hari meski dalam keadaan yang luar biasa bisa berlangsung berminggu–minggu. Periode istirahat antara dua buah letusan bervariasi, mulai dari 1 tahun hingga maksimum 53 tahun. Catatan letusan terbesar dari Gunung Slamet hanya memiliki skala VEI 2, dengan semburan asap maksimum < 5 km, volume material letusan ~1 juta m^3 dan dampak letusan cuma dirasakan ke kaki gunung. Gunung Slamet belum pernah mengalami letusan sedahsyat Gunung Galunggung 1982 (skala VEI 4) maupun Gunung Agung 1963 (skala VEI 5), apalagi Krakatau 1883 (skala VEI 6) sehingga sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan.
Sejauh ini tak ada tanda – tanda bahwa Gunung Slamet akan meletus lebih dahsyat lagi. Lava Gunung Slamet memiliki kadar SiO_2 52 %, jauh di bawah kondisi lava sangat asam yang SiO_2 – nya bisa mencapai 64 % dan selalu muncul dalam setiap letusan – letusan dahsyat. Tubuh gunung ini juga tidak mengalami alterasi hidrotermal, yakni interaksi kompleks antara magma, air tanah dan batuan sedimen tubuh gunung yang membuat daya ikat batuan sedimen melemah dan terbentuklah retakan/patahan di sekujur tubuh gunung. Gunung Slamet juga tidak suka menimbun magma di puncaknya, baik sebagai kubah lava maupun /cryptodome/ yang berat dan
takstabil. Sehingga potensi keruntuhan sayap Gunung Slamet sangat kecil.
Gunung Slamet memang sudah waktunya untuk meletus. Dan dengan periode ulang letusannya yang kecil, ini patut disyukuri mengingat dengan demikian gunung ini tak sempat menimbun energi berlebihan yang suatu saat akan dilepaskannya secara mendadak sebagai letusan dahsyat. Sehingga tepat apa yang diungkapkan Mbah Samsuri itu. Ini sebuah kearifan lokal yang patut untuk dijaga, sekaligus mengubah cara pandang kita bahwa Slamet itu “hidup”, dia punya siklus yang harus ditaatinya agar tidak berulah lebih parah dan merusak. Karena itulah selama 200 tahun terakhir ini, letusan Gunung Slamet selalu kecil – kecil. Bandingkan misalnya dengan Gunung Pinatubo (Philipina), yang disangka sudah mati setelah letusan terakhir pada 600 tahun silam. Namun siapa
sangka, setelah tidur panjang, dan dengan energi demikian besar, akhirnya dimuntahkanlah semua kandungan energinya secara serentak pada puncaknya di 16 Juni 1991, dalam letusan berskala VEI 6 yang setara kedahsyatannya dengan Krakatau 1883.
Cerita lokal di kalangan masyarakat Banyumasan memang menyebutkan, jikalau Gunung Slamet meletus dahsyat, maka Pulau Jawa akan terbelah. Saya ndak tahu apakah cerita ini merupakan kearifan lokal yang lain, yang menyiratkan bahwa kita juga harus memperhatikan potensi bencana gempa bumi tektonik seiring meningkatnya aktivitas Slamet. Di arah tenggara dari gunung ini terdapat patahan Kroya/Bumiayu, yang ditengarai masih aktif dan terakhir kalinya menimbulkan gempa tektonik merusak pada
1923. Patut untuk dikaji lebih lanjut, bagaimana coupling antara aktivitas Slamet dengan kemungkinan reaktivasi patahan Kroya ini, mengingat cerita yang mirip pernah terjadi tepat 3 tahun silam ketika aktivitas Merapi meningkat dan tak lama kemudian disusul dengan reaktivasi patahan Opak yang meletupkan Gempa Yogya (6,3 Mw) pada 27 Mei 2006.
Namun pada prinsipnya, dengan letusan berskala VEI 1 dan kemungkinan hanya akan berkembang ke skala VEI 2 maka lontaran piroklastika dan (jika ada) aliran lava serta awan panas dari Gunung Slamet hanya akan berpengaruh dalam wilayah berjarak 5 km dari puncak. Hujan debunya sendiri diperkirakan akan menjangkau wilayah sejauh 8 km dari puncak, meski hal ini sangat tergantung kepada tiupan angin. Dengan dampak
semacam ini maka aktivitas di di luar zona kaki gunung dapat tetap berlangsung seperti biasa. Hanya, kewaspadaan memang perlu ditingkatkan sebagai bagian dari /early warning systems/, mengingat perilaku alam belum sepenuhnya kita pahami.
Menurut Mbah Samsuri (85) sing dikenal Mbah Marinaje Gunung Slamet waktu ditakoni neng wong sing pada teka jawabane : "Lha wong gunung urip ya kaya kuwe. Nek ora metu geni karo kukuse jenenge gunung mati. Kowe arep pada munggah ya ora papa"
BalasHapusGunung Slamet urung arep mbledug jere mbah Samsuri "Urung arep mbledug, ora bakal gugur. Ora usah rewel, mergane nek ora metu genine malah sida mbledug."
"Ibarat manusia, badan Mbah Slamet lagi mriyang dadi butuh kerokan, terus ngentut. Itu wajar saja" Meskipun demikian mbah Samsuri mengingatkan situasi bisa berubah sewaktu-waktu, namun dia percaya jika sahabat-sahabat spiritualnya di Gunung Slamet pasti akan memberi tahu terlebih dahulu. "Saya bukan dukun, bukan ahli ramal.
Saya hanya menyampaikan apa yang disampaikan
para penjaga spiritual Gunung Slamet. Sekarang ini belum akan meletus" katanya.
TESTING
BalasHapusmasing2 gunung berapi nduweni tipe dewe2.
BalasHapusManteps Infonya Brother.... sip..
BalasHapuswes sehat
BalasHapussaya malah ada saudara di bumiayu
BalasHapusmereka tenang-tenang aja tuh
saiki blajar dadi ahli "gunung" pisan???
BalasHapusmantab;
Nyat sing jenenge Slamet ki senengane gawe gegeran wae kok, contone kunyuk dosen cabul si Kyai Slamet kae...hahaha
BalasHapussluman slumun slamet, mugo-mugo padha slamet kabeh...
BalasHapusManteb cak uraiane.... jika itu memang siklus semoga gak terlalu dasyat sehingga menghingar bingarkan ketentraman penduduk sekitar..
BalasHapusKoyok jenengelah ..Gn.Slamet
Bukan hanya gunung slamet yang aktif. beberapa gunung berapi lain juga terindikasi mulai polah.
BalasHapusFenomena ini jangan dianggap sesuatu yang biasa dan remeh. Seringkali prediksi atas dasar hitung2an rasio tak mampu membaca tanda2 alam.
tetap waspada, sehingga tidak menimbulkan korban
BalasHapustetep viagra, eh siaga..., memang rencannya bukan dekat-dekat ini bro, kata email dari mbah slamet... wakaka...dan seingatku kawahnya berada di utara jadi purwokerto aman sentosa...
BalasHapuscuman mungkin karena besarnya gunung mungkin badai dan angin lebih diwaspadai, angin di gunung slamet iku top banget... buantere..
Emang betul apa kata mbah Samsuri...
BalasHapusKita ikutin aja koyo dene mbah Marijan dahulu.
Merapi udah batuk-batuk dan dipoerkirakan akan meletus dasyat..., tapi ternyata dibawah malah gempa bumi dan tsunami.
beuh.. jawa ampe terbelah.., ngeri banget :( , jangan sampe' dech.. amieenn..
BalasHapusmbah marijan andalkan.. hee
BalasHapustesting komen
BalasHapusakhirnya bisa komen juga
semoga letusannya ga' besar ya
klo besar kita jadi takut juga nih
kok komennya kacau gitu
BalasHapusputus2
he he he
iya, ini lagi perbaikan themes
BalasHapusSlamet kok nggak ikut siaga ya???
BalasHapusbaru tau gunung slamet meletus taon 72
BalasHapusowh, gitu tho..ngeri juga ya low meletus..
BalasHapusmet kenal mas..
kok podho ngomongno gunung se?? aku lak yo pengen munggah gunung lek ngene carane...
BalasHapusrtesting baru
BalasHapuswaduh jadi ngeri nie kalao mbah Slamet benar2 meledak. apalagi kalao sampe jawa terbelah. kasian yang wilayahnya tepat diatas garis belahan, bisa masuk jurang belahan. kita sebagai manusia hanya bisa berdoa meminta kepadanya agar selalu diberi keselamatan dan ketabahan yang kuat, amiin.
BalasHapus----------------------------
ayo ayo yang belum dukung. mohon dukungannya ya. engga perlu pasang link, apalagi mesti bayar. cukup komentar ae di tulisan sejarah, kelebihan, seluk beluk dan template keren buat blogspot . ditunggu komen dukungannya ya *ngarep*
byuh...siaga gunung slamet memang sangat berbahaya sekali ya...
BalasHapusmas luxman kumara sekolah jurusan Vulkanologi ya? kog pengetahuan gunung apinya banyak banget.
BalasHapusklo Gunung CHAITEN di Chili yang meletus 2 mei kemarin itu VEI nya berapa ? khan beritanya baru meletus setelah 2000 th tertidur.
BalasHapusmaksudnya 2 mei 2008 kemaren.
BalasHapusSaya dulu kepingin masuk teknik geologi, tpi nyasar ke teknik elektro
BalasHapussaya yang tinggal di bumiayu tepatnya di desa Benda
BalasHapuspersis di bawah kaki gunung selamet alhamdulillah tidak merasakan apa - apa. tidak kecipratan debu atau asapnya
kalo yang setiap pagi saya lihat gunung itu bentuknya sudah tidak lancip lagi ....itu saja. he he he
klo Gunung CHAITEN di Chili yang meletus 2 mei kemarin itu tingkat kekuatan VEI nya berapa ? khan beritanya meletus setelah 2000 th tertidur.
BalasHapusaku tinggal di kaki gunung slamet
BalasHapuschaiten itu VEInya 5. sekedar koreksi yang bener bukan 2000 tahun tapi 9500 tahun +-400 tahun...
BalasHapusapapun kondisinya, menabung emas batangan harus jalan terus.
BalasHapusbiarpun gunungnya njebluggg....
by duniaemas.blogspot.com