Menyikapi dibukanya perdagangan bebas Asean dan China yang dimulai tahun ini, ada hal yang mengusik kita yaitu kelangsungan hidup industri dalam negeri akibat serbuan produk-produk china yang lebih murah. Adalah fakta bahwa produk mereka bisa lebih murah, mungkin mereka bisa melakukan proses produksi dengan biaya lebih murah, birokrasi yang simpel dan efisien, namun juga jika ternyata pemerintah mereka memberikan subsidi pada produk produk ekspor mereka. Seperti yang kita saksikan berita di sebuah stasium TV diungkapkan dari sumber PT Krakatau Steel bahwa produk ekspor baja China disubsidi pemerintah mereka. Dengan dibukanya pasar bebas ini sangat menguntungkan China ratusan kali lipat, bisa kita lihat dari data data yang ada bagaimana persentase pertumbuhan ekspor mereka ke negeri ini dalam dekade terakhir. Dengan semakin laku produk mereka di pasar ekspor tentunya akan berakibat semakin hidup dan berkembangnya industri industri dalam negeri mereka, semakin luas lapangan tenaga kerja yang tersedia, semakin kuat perekonomian mereka. Dan semakin besar pundi pundi devisa mereka, data pada April 2009 1.95 Trilliun USD dari Maret 2008 1.68 Trilliun USD, bandingkan dengan cadangan devisa Indonesia per Desember 2009 66 Milliar USD itupun menurut para pakar ekonomi lebih banyak ditopang oleh arus modal jangka pendek bukan disebabkan oleh fundamental ekonomi seperti ekspor.
Alhasilpun dana pendidikan, riset, pembangunan semakin tersedia dalam jumlah yang luar biasa besar. Kita bisa ambil contoh bagaimana perkembangan militer China selama dekade terakhir, mereka berkembang sangat pesat didukung oleh dana yang melimpah ruah, mereka menjadi raksasa militer yang siap menandingi Amerika dan Rusia. Dengan suksesnya ujicoba rudal ballistic 8000km dan rudal penjegat selain penggunaan peralatan militer canggih hasil riset dan produksi dalam negeri lainnya, membuktikan eksistensi mereka dikawasan. Dengan kehadiran militer yang kuat seperti ini akan meningkatkan posisi tawar mereka.
Terancamnya industri dalam negeri kita oleh serbuan produk mereka tidaklah bisa kita anggap sepele, mungkin jika kita saat ini tergolong orang yang mapan, namun bukan berarti efek itu nantinya baik secara langsung maupun tidak langsung akan kita rasakan. Jika industri industri dalam negeri kita terpukul dan hancur maka akan mengakibatkan gelombang PHK yang mungkin bisa ribuan bahkan jutaan tenaga kerja produktif menjadi pengangguran. Jika hal ini terjadi maka banyak masyarakat kita yang kehilangan penghasilan dan akibatnyapun daya beli masyarakat akan menurun, belum lagi penerimaan negara dari pajak pajak industri tersebut yang hilang, atau sektor sektor industri pendukung lainnya juga akan gulung tikar. Kekawatiran dari ancaman ini begitu nyata dan bukan tidak mungkin secara makro perekonomian negara kira kita yang hancur. Tentu masih hangat dalam ingatan kita bagaimana efek dari krisis ekonomi tahun 1998, banyak yang bisa kita baca, lihat realitas didalam masyarakat kita. Angka kemiskinan yang meningkat begitu tajam, ketidakmampuan negara untuk menyediakan pendidikan yang layak untuk warga negaranya agar terhindar dari kebodohan, ketidak mampuan negara kita memberikan dana militer yang memenuhi unsur kekuatan minimum sehingga kita dilecehkan oleh negara negara tetangga karena persenjataan TNI kita didominasi “barang rongsokan impor” (Fregat kelas Ahmad Yani buatan 1967an bekas pakai dari AL Belanda, LST kelas Teluk Langsa buatan 1940an bekas pakai dakai AL AS) dengan teknologi terbelakang dan dalam jumlah yang tidak mencukupi, dan masih banyak lagi jika kita mau melihat fakta yang sangat ironis.
Apa yang bisa kita lakukan sebagai bagian dari anak bangsa? Ada hal yang begitu mengusik dalam hati kita, ketika begitu banyak masyarakat yang tidak mau ambil peduli atau tau tapi tidak mau tahu. Kebiasaan sebagian besar masyarakat kita yang kurang begitu bisa menghargai hasil karya anak bangsa sendiri, mungkin karena prestige? Atau alasan teknologi? Atau kepuasan batin? Tentu itu hak mereka dan mereka tidak salah. Tetapi jika kita mau sedikit “berkorban” mengabaikan alasan alasan tersebut dengan goal yang lebih besar untuk bangsa dan negara ini mungkin hasilnya akan berbeda. Jika sehelai kain, sepotong baju, sepasang sepatu, tas, setrika, televisi, mesin cuci, kulkas bisa kita beli dengan merek merek lokal tentu efek domino dari pembelian kita akan luar biasa. Kita punya Polytron yang mengsilkan televisi, radio, mesin cuci, kulkas, pendingin ruangan dll. Kita juga punya Maspion yang mengasilkan produk sejenis bahkan lebih variatif dengan merek Uchida. Kita juga punya EIGER produsen tas yang berkualitas tinggi. Kita juga punya Gadjah Tunggal produsen ban dan terbesar di Asia Tenggara. Kita juga punya Battery ABC yang produknya juga berkualitas. Bahkan produk produk mereka berorientasi ekspor, yang terpenting adalah industri seperti mereka memperkerjaan ribuan dan bahkan jutaan pekerja yang hidup matinya dinegeri ini. Coba kita bayangkan jika produk mereka yang kualitasnya cukup bagus kita tolak dengan alasan alasan prestige, teknologi, kualitas, kepuasan dll.
Begitu banyak anak anak usia sekolah yang orang tuanya menggantungkan hidup dari industri industri lokal seperti mereka, apa jadinya jika orang tua mereka di PHK karena pabrik tempat mereka ditutup akibat produknya tidak laku (tidak kita beli atau memilih produk asing). Padahal agar industri tersebut dapat terus hidup mereka butuh uang, untuk membayar karyawan karyawannya, untuk berkreasi, berinovasi, riset, menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dll. Kita patut memberikan acungan jempol dan mencontoh kebijkan yang dibuat Dephan dan TNI saat ini yang mengutamakan produk industry strategis nasional. Hal ini bisa kita lihat dari prospek kontrak yang diterima PT Pal dari Dephan untuk pembuatan Kapal kapal PKR 105 meter, LST, OPV 60 meter, OFV dll, dan yang lebih membanggakan ternyata PT Pal dipercaya Jerman, Turkey, Italy untuk membuat kapal kapal mereka, kenapa kita tidak bisa? Setelah penggunaan senapan serbu SS1 dan SS2 sekarang telah diserahkan panser 6x6 buatan anak negeri sejumlah 93 unit dari total pembelian 154 unit. Akibat dari kommitmen, pembelian dan penggunaan produk produk tersebut PT Pindad semakin berinovasi dengan melakukan riset untuk pengadaan alutsista yang lain (Panser peluncur roket, pancor canon dll), dari mana dananya? Tentu dari keuntungan hasil penjualan. Coba bayangkan kalo Dephan dan TNI masih rajin “IMPOR” tentu Pindad akan mati, dengan matinya Pindad bukan sekedar matinya mata pencaharian karyawan Pindad, tapi lebih dari itu bangsa ini akan hidup bergantung pada teknologi asing secara terus menerus dengan dibayang bayangi EMBARGO.
Dan yang lebih membanggakan Pindad mendapat pesanan panser 200 unit dari Oman belum dari Nepal dan sekarang telah mengikuti tender 32 unit panser untuk Malaysia yang telah memasuki tahap akhir dengan menyisakan negara Prancis, Korea dan Indonesia dari 16 negara. Ada contoh yang menurut saya bertolak belakang dari yang bisa dilakukan oleh Dephan dan TNI, yaitu PT KAI. PT KAI pada tahun 2004 melakukan impor KRL bekas dari Jepang, pada tahun 2007 melakukan impor gerbong bekas dari Jepang, dan pada bulan Juni tahun 2010 ini akan tiba KRL bekas dari Jepang. Pertimbangan yang dipakai adalah masalah harga yang jauh lebih murah ketimbang beli baru. Terlepas dari pertimbangan tersebut sangat ironis jika ternyata PT INKA sepi order sehingga mereka semakin tidak mampu berinovasi mengikuti perkembangan teknologi dan pasar, namun patut disukuri mereka bisa menyelesaikan ekspor ke Bangladesh, Sudan dan Malaysia. Yang ingin saya tekankan mungkin kita bisa mengadopsi sikap, kebijakan seperti ini dalam keluarga kita, komunitas kita, masyarakat kita. Tentu kita akan bangga jika ban produk Gadjah Tunggal bisa mendunia dan menjadi standar, atau jika produk Polytron menjadi acuan produk elektronik, atau produk Pindad dipakai negara negara dibelahan dunia lainnya.
Sudah saatnya kita ambil bagian untuk melepaskan negeri ini dari penjajahan ekonomi, dengan sedikit merelakan kepuasan kita terhadap produk produk asing. EIGER, Battery ABC, Gadjah Tunggal, Polytron, Maspion, Uchida, Zyrex, tentu tidak asing ditelinga kita, tapi saya yakin belum banyak dari kita yang menjadikan produk mereka sebagai pilihan. Mungkin kita lebih akrap dengan Targus, Michelin, Bridgestone, Sharp, LG, Sanyo, Thosiba, Acer, Sony dll. Yang terakhir ini sudah memindahkan pabriknya ke Negara tetangga ini adalah bukti hidup mati mereka bukan dinegeri ini, jika dirasa sudah tidak menguntungkan mereka lari. Apakah kita siap ambil bagian untuk menjadi tameng ekses negatif dari dibukanya PASAR BEBAS ASEAN CHINA.
Kepedulian saya, anda dan kita semua menentukan nasib bangsa dan negara ini.
Cintailah, pakailah, prioritaskanlah produk INDONESIA.
china sejak dulu memang dikenal bisa menghasilkan produk dengan harga murah. banyak yang mencurigai bahwa mereka disubsidi oleh pemerintah atau istilahnya DUMPING.
BalasHapuskalo indonesia belum siap lebih baik dibatalkan saja untuk melindungi pengusaha dan iklim investasi dalam negeri
orang nyari pasti yg murah ... kalo produk kita masih mahal ketimbang china apalagi lagi kualitas lebih bagus yg murah ... orang yah pasti milih yg murah lah
BalasHapusmaka dari itu perlunya kita menciptakan barang yg lebih murah tapi berkualitas ... MERDEKA!!!
ngeri bacanya.., merasa seperti dijajah secara halus (ekonomi).. walaupun sebenarnya sudah terjadi saat ini.. setuju dengan kalimat akhir.., setidaknya masing-masing kita klo blum mampu membuat barang berkualitas.. setidaknya menggunakan barang2 yang diproduksi saudara sendiri..
BalasHapusdan moga2 pemerintah juga sangat concern terhadap yang sangat penting ini.. amieenn..
china sudah menjadi penguasa perdagangan dunia
BalasHapussaya adalah rakyat miskin. saya bahagia dengan adanya pasar bebas. alhamdulillah akhirnya terwujud ditahun 2010
BalasHapusKalau mengharap perhatian pemerintah kok rasanya mustahil, meskipun saya tahu produksi indonesia kurang bermutu dan cuma cari untung, namun saya sebagai orang indonesia yang masih cinta indonesia cuma bisa berjanji:
BalasHapusSEBISA MUNGKIN SAYA TIDAK AKAN BELI PRODUK CINA, kalau ada 2 barang, satu buatan indonesia dan satunya buatan cina, saya tetap akan beli produk indonesia, meskipun saya tahu akan rugi, tapi itu semua kulakukan demi bangsaku, demi tumpah darahku. INDONESIA. Mari kita galang dukungan "ANTI PRODUK CINA"