Apa yang hadir dibenak kita ketika seseorang menyebutkan kata pengemis? Berikut jawaban teratas yang akan muncul; pemalas, mencari yang mudah, tak berani melawan tantangan hidup dan tidak kreativ, benarkah demikian? Setelah melihat dan memperhatikan, memahami dan mencoba merasakan, ternyata semua itu tidak selalu benar, dan yang benar menurut saya adalah, ikuti pemaparannya berikut ini.
Pengemis = Pemalas?
Apasih malas itu? Malas adalah tidak mau bekerja atau melakukan sesuatu. Apakah pengemis itu malas? Lihat di jalan-jalan raya pinggir kota Surabaya semisal Sidoarjo, Gresik, Mojokerto atau Bangkalan, banyak pengemis mulai ”menjajakan” dirinya dipagi hari berbarengan dengan karyawan swasta, hal ini tentu saja mengalahkan sebagian pegawai negeri ini. Mereka rela duduk dari pagi sampai siang, atau berjalan mengelilingi sudut-sudut kota, perumahan, pasar dengan jarak yang tentunya tidak dekat untuk mencari orang yang mau membeli rasa ibanya, sebagian mereka rela melawan panasnya terik mentari, jika kita menyaksikan ini, malaskah mereka? Mereka tidak berdiam diri, mereka melakukan suatu kegiatan. Malaskah mereka?
Pengemis = Mencari yang mudah
Sungguh bekerja menjadi pengemis bukanlah hal yang mudah, penuh tantangan dan daya kreatifitas tingkat tinggi. Saya yakin saya tidak akan mampu melakukannya, atau ada diantara para pembaca yang mau mencoba? Ha...ha...ha...siapa berani?
Pengemis = Tak berani melawan tantangan hidup?
Benarkah? Pengemis itu orang yang sangat berani melawan tantangan hidup, benarkah? Pertama ia membuang jauh-jauh rasa malunya. Mengiba bukanlah perbuatan yang mudah perlu kesungguhan dan tentu saja hal ini merupakan tantangan tersendiri. Resiko mengemis adalah cacian, cibiran, hinaan, makian resikonya ya diusir, bukankah itu tantangan? Resiko selanjutnya adalah Polisi Pamong Praja, yang pada moment-moment tertentu akan siap menangkap mereka, bukankah itu tantangan? Siapa diantara kita mau dan bisa ”berperan” seperti mereka, berani menerima tantangan?
Pengemis = Tidak kreatif
Setelah mencoba melihat dunia mereka, aku hanya bisa tersenyum. Pengemis itu sungguh luar biasa kreatifnya. Baju dibuat lusuh dan compang-camping, mampu memainkan peran mengiba untuk menarik perhatian dan mempengaruhi rasa kasihan orang disekitarnya, agar mau memberi dan berbagi. Mereka memoles diri dengan berbagai aksesoris yang membuat kesan kesakitan dan penderitaan, tidakkah itu kreatif?
Jika mereka mampu berperan melakukan hal seperti ini untuk mengais iba para konsumennya sehingga para konsumennya mau membeli ”kreatifitas” yang mereka tampilkan, malaskah mereka? Jadi ketika diri ini melabel para pengemis itu malas, tentu ini perlu kita petimbangkan lagi. Bandingkan, maaf dengan diri kita sebagian pegawai negeri, swasta atau ”orang-orang yang terhormat” di negeri ini.
Bersambung....
gambar diambil disini
pengemis adalah hanya orang yang tidak seberuntung kita.
BalasHapusmari bersedekah!
Dulu semasa saya kuliah, ada seorang ibu tua tapi tidak renta. Setiap hari meminta-minta kepada setiap orang yang makan di kantin pusat. Suatu hari ada seorang teman yang memergokinya di sebuah warung dan membeli nasi bungkus dengan lauk paha ayam dan lainnya. Lain lagi dengan teman ku yang tadi di minitai sedekah oleh ibu tersebut, dia hanya membeli nasi dan tahu tempe atau kalo pas ada uang lebih dia menggantinya dengan telur goreng. Dan sepulang dari warung Ibu tua itu memanggil becak untuk mengantarkannya kembali kerumahnya.
BalasHapuspengemis bukan pemalas cuman kurang beruntung dalam kehidupannya
BalasHapustidak mendukung pengemis karena bagaimanapun intinya mereka meminta tapi sangat sepakat dengan kalimat terakhir..
BalasHapus"Jadi ketika diri ini melabel para pengemis itu malas, tentu ini perlu kita petimbangkan lagi. Bandingkan, maaf dengan diri kita sebagian pegawai negeri, swasta atau ”orang-orang yang terhormat” di negeri ini."
tapi, semakin kreatif semakin penipu...
BalasHapusmungkin saja memang begitu...
BalasHapustapi yang jelas sekarang ini ada sistem yang sangat tidak adil sehingga menciptakan kemiskinan struktural...
dan merekalah korbannya...
mereka hanya produk dari sebuah sistem yang tidak adil, menindas, despotis dan kapitalistik...
BalasHapussetidaknya pengemis masih berusaha mencari nafkah sesuai dengan lagunay d masiv jangan menyerah hoohohoh :D
BalasHapus