Hmmm ada kejadian aneh dinegeriku, entah kenapa setiap lima tahun sekali banyak cacing-cacing warna warni berparade melintasi jalan. Entah mengapa hanya setiap lima tahun sekali mereka keluar dari habitatnya yang terkenal kotor dan jorok, lalu serta merta secara berkelompok mereka mengecat warna tubuh masing-masing yang telah luntur dengan warna merah, kuning, hijau, biru, ungu dan warna-warna lain dengan berbagai kombinasinya. Pokoknya setiap kelompok cacing berusaha tampil semenarik mungkin dengan kombinasi cat masing-masing. Kalau kalian yang melihatnya tidak mengetahui sejarah percacingan sejak dulu kala, mungkin kalian tidak akan pernah tahu bahwa mereka sesungguhnya binatang yang sangat kotor dan wuaaaah jorok meskipun kadang-kadang ya berguna.
Pertama memperhatikan fenomena ini, aku kaget juga, biar bagaimanapun cacing-cacing ini punya hobby yang aneh kan? Tidak normal seperti binatang melata lainnya. Tadinya kupikir karena kemarau yang menyebabkan tanah pecah-pecah sehingga mereka takut kehilangan tempat yang nyaman jika tidak segera bergerak, tapi wah sepertinya tidak begitu, aku pikir mereka pasti punya jadwal khusus untuk parade ini.
Menurut ayahku, waktu pertama kali fenomena ini terjadi, cacing-cacing belum mengecat tubuhnya dengan warna-warna sebanyak ini, paling-paling hanya warna merah, kuning, dan hijau saja, warna-warna primer menurutku. Dan akupun ingat bahwa sejak aku kecil, bahkan menurut ayahku sejak aku belum lahir, cacing yang kuning, entah karena dari jumlahnya yang banyak atau komandan-komandannya yang gendut, rakus dan kelihatan makmur, selalu berhasil mengerahkan anak-anak buahnya untuk menyeberang lebih dulu ke tempat tujuan sebelum cacing dengan warna-warna lain sampai. Tentu saja pada akhirnya mereka selalu mendapat tempat yang paling enak ditempat tujuan, dan selalu mendapat bagian tanah yang paling basah untuk dijadikan markas, sedangkan cacing-cacing dengan warna merah dan hijau terpaksa harus puas dengan tempat-tempat yang sengaja disisakan untuk mereka.
Sering kali dalam suatu waktu ada beberapa cacing dari kelompok merah dan hijau yang tampaknya sudah tidak tahan lagi diatur dibawah kuasa cacing kuning, dan mereka berusaha berontak, tapi rupanya cacing yang kuning ini galak sekali, seketika setiap pemberontakan terjadi, taring dan tanduk tumbuh dari para cacing kuning. Sehingga cacing-cacing dengan warna hijau dan merah yang ingin berontak harus beringsut-ingsut dan bersembunyi dalam ketakutan, karena kalau tertangkap pasti mereka akan digilas rata dengan tanah, atau disiksa dengan cara diambil semua cairan tubuhnya, sehingga mereka tetap hidup, tapi dengan sangat kekeringan. Iiiih sangat mengerikan, sungguh sangat beruntung bahwa aku ini manusia dan bukan cacing, dan tidak akan pernah mau menjadi cacing.
Hal ini terus terjadi setiap lima tahun sekali, dan kita yang bukan cacing pun jadi terbiasa menontonnya, kadang-kadang kita tertawa atau mengernyitkan dahi tatkala menyaksikan berita seputar parade cacing-cacing antik ini. Kadang-kadang tanpa sadar kita pun bertingkah seperti mereka, saling berebut hal yang basah-basah tanpa mau peduli darimana datangnya basah itu, sungguh aneh pada akhirnya lebih banyak manusia yang berperikecacingan dibanding cacing yang berperikemanusiaan ditahun-tahun belakangan. Apakah ini dampak lain dari kebebasan untuk memilih, sungguh aku tidak tahu. Padahal kupikir manusia sesungguhnya harus memiliki martabat yang jauh lebih tinggi dari seekor cacing, lantas mengapa meniru laku seekor cacing?
Ah sudahlah membicarakan itu, yang aku tahu dalam sepuluh tahun terakhir banyak perkembangan baru dalam parade cacing yang terjadi, cacing kuning kehilangan taring dan tanduk ketika ada pemberontakan dari cacing-cacing warna lain. Terutama dari cacing-cacing kecil yang masih gesit dan lincah. Mereka sangat jago berkelit dari taring dan tanduk cacing-cacing kuning yang galak, bahkan banyak diantara cacing kuning yang akhirnya terpaksa mengalami patah taring dan patah tanduk ketika menghadapi mereka. Tapi bukan berarti tidak ada korban yang jatuh dari cacing-cacing kecil yang berani, tentu saja pengorbanan selalu diperlukan bagi sebuah perjuangan. Hmmm tapi tunggu bukan hanya itu saja yang terjadi, sementara cacing kuning sibuk memadamkan perlawanan tiba-tiba cacing merah tampak begitu menonjol, komandan-komandan mereka tampak garang dengan badannya yang gendut dan makmur, sedangkan pengikutnya pun bertambah banyak dan menari-nari disekeliling komandan-komandannya.
Intinya, dunia cacing dalam tahun-tahun belakangan ini mengalami banyak perubahan, lihat saja betapa banyak warna warni cacing yang muncul belakangan, tidak hanya merah, kuning dan hijau, tetapi juga biru, ungu, dan warna-warna lain dengan bebagai kombinasinya. Eh, tunggu dulu ternyata ada juga kelompok cacing-cacing yang muda dan gesit yang tidak mengecat badannya, hmm rupanya mereka lebih menyukai warna aslinya yang agak sedikit pucat.
Dan semakin lama, cacing-cacing ini semakin canggih dan pintar untuk ukurannya, tak mau lagi menyeberangi jalan tanah biasa dan menjadi cacing pekarangan rumah yang menurut mereka kurang elit, karenanya mereka berlomba-lomba berparade menyeberangi jalan mulus beraspal menuju tanah-tanah digedung terdekat. Bagi mereka menjadi cacing digedung bertingkat yang megah tentu lebih bermartabat dibanding menjadi cacing tugasnya hanya sekedar menyuburkan tanah bagi para petani.
Akibatnya seperti yang bisa diduga, seluruh jalan yang dilewati oleh parade cacing macet total selama berjam-jam tanpa bisa bergerak. Ah, aku sungguh sangat tidak sabar menghadapi hal ini, ingin rasanya aku menyuruh supirku untuk melindas cacing-cacing itu, tapi aku yakin ia pun tak ingin melakukannya, terutama membayangkan mencuci mobilku yang akan penuh dengan badan cacing yang terlindas nantinya. Uuugh betapa menjijikkan, bagaimana kalau nanti sampai cacingan? Kurasa biarlah, aku akan belajar bersabar kali ini. Kuputuskan keluar dari mobil dan melihat parade yang selama ini aku sendiri bingung hendak dikata menarik atau menjijikkan, dan aku yakin orang-orang yang sekarang berkerumun melihatnya pun sama bingung dan kesalnya dengan diriku. Berjam-jam kami berdiri berkerumun tanpa tahu harus berbuat apa, sementara cacing-cacing berbaris dan berjalan menurut warnanya masing-masing tanpa ada putus-putusnya dalam radius jalan yang berkilo-kilo meter jauhnya.
Tapi rupanya Tuhan Maha Adil, mungkin karena merasa kasihan terhadap warga kota yang terpaksa harus bermacet-ria selama berjam-jam karena lautan cacing yang sedang menyeberang tak bisa dilewati oleh mobil, atau mungkin juga karena banyak diantara orang yang terjebak macet dijalan tol mengutuk cacing-cacing yang bikin macet ini dalam hatinya, tiba-tiba cuaca menjadi sangat terik, orang-orang yang tadinya sedang menyaksikan parade cacing, berlarian kembali masuk kedalam mobil karena tidak tahan dengan teriknya cuaca, ada juga diantara mereka yang hanya mengambil payung untuk menangkis panas dan kembali memperhatikan ulah para cacing yang aneh-aneh ini, dan aku termasuk satu diantaranya.
Dan sungguh, berpuluh tahun aku besar dan hilir mudik di Jakarta, belum pernah kurasakan cuaca sepanas ini, jalan seolah-olah mengeluarkan asap saking panasnya, sementara debu-debu yang diantarkan oleh angin kering menampar wajahku dengan sangat kurangajar. Suasana pun semakin ramai dan panas oleh kedatangan para wartawan baik dari media cetak maupun elektronik yang dengan hebohnya memberitakan fenomena yang ajaib ini, disertai dengan ulasan para ahli yang dianggap berkompeten dibidang percacingan. Sementara aku sendiri pun sibuk mengamati apa yang akan dilakukan oleh cacing-cacing itu dengan jalan yang panas.
Begitu sibuknya aku mengamati, hingga tanpa sadar aku tertawa, aku tertawa keras-keras memperhatikan semua cacing-cacing itu, cacing-cacing dengan warna asli yang pucat yang sungguh beruntung karena beringsut-ingsut paling cepat tanpa melihat kanan kiri, dan tiba ditempat tujuan lebih dulu. Cacing-cacing gendut yang terengah-engah menyeret badannya kepinggir jalan, juga cacing-cacing kurus yang berusaha menyeret dan menolong mereka. Kalian tahu apa yang terjadi? Cat yang menghias tubuh mereka meleleh karena panas, dan membuat tubuh mereka menempel dijalan aspal yang seolah berasap. Cacing-cacing yang gendut menggeliat-geliat kepanasan diatas aspal tanpa bisa bergerak lebih jauh, sementara tubuh mereka sendiri mulai berasap karena kepanasan.
Tak lagi kulihat mereka peduli dengan warna kelompok masing-masing, yang merah menggandeng yang hijau, yang hijau menggandeng yang kuning, yang kuning menggandeng yang hijau, yang biru menggandeng yang kuning, wah wah pokoknya aku sendiri tidak begitu ingat kelompok-kelompok cacing dengan warna lain yang bergandengan. Yang kuingat ketika masing-masing dari mereka menemukan teman yang cocok untuk menolong tubuh mereka yang lengket dan mulai berasap karena terpanggang terik matahari, mereka langsung lari tunggang langgang menyelamatkan diri ketempat tujuan. Hahaha betapa ajaib menyaksikan cacing-cacing yang biasa bergerak lambat dan beringsut-ingsut itu sekarang lari tunggang langgang. Seingatku, baru sekali ini dalam hidupku aku melihat ada cacing berlari, tunggang langgang lagi, hahaha.
Oh ya Tuhan pikirku geli, betapa beruntungnya aku karena engkau ijinkan aku menjaga tanah negeriku ini dengan segala kemanusiaanku beserta kekurangan dan kelebihannya. Sungguh aku lebih senang menjadi manusia yang banyak kekurangannya dibanding cacing yang paling sempurna sekalipun.
pertamaxx!
BalasHapusbos,bikin di wordpres aja. nek nang bloger verifikasi katanya ojo mbok aktipne.
maksude cacing kuwi partai toh?
cacing-cacing..
BalasHapus