Jumat, 26 Februari 2010

Sejarah Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW

Ringkasan Khotbah Jum'at 26 Februari 2010 di Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

Perayaan maulid Nabi, pertama kali dirintis oleh Shalahuddin al-Ayyubi, sultan Mesir dari Bani Ayyub yang memerintah pada 570-590 Hijriah atau 1174-1193 Masehi dengan daerah kekuasaan yang membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia. Ketika itu dunia Islam tengah terlibat dalam perang salib berhadapan dengan bangsa Eropa, terutama bangsa Perancis, Jerman, dan Inggris. Pada 1099, pasukan gabungan eropa berhasil merebut Yerusalem dengan mengubah Masjid Al-Aqsha menjadi gereja. Ketika itu dunia Islam seperti kehilangan semangat jihad dan ukhuwah, sebab secara politis terpecah belah dalam beberapa kerajaan dan kesultanan meskipun khalifahnya satu, yaitu Khalifah Bani Abbas di Baghdad, Iraq.

Melihat suasana lesu itu, Shalahuddin berusaha untuk membangkitkan semangat jihad kaum muslimin dengan menggelar Maulid Nabi pada 12 Rabiul Awwal. Menurutnya, semangat jihad itu harus dibangkitkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Rasulullah SAW. Namun gagasan itu sebenarnya bukan usulan dia, tetapi usulan dari saudara iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yaitu seorang atabeg (bupati) di Irbil, Suriah Utara.

Awalnya, gagasan Shalahuddin ditentang para ulama, sebab sejak zaman Nabi perayaan maulid itu tidak ada. Apalagi, di dalam agama islam hari raya resmi cuma ada 2 yaitu, Hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Namun Shalahuddin menegaskan bahwa perayaan Maulid hanyalah semarak syiar Islam, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dikategorikan sebagai bid’ah. Kebetulan Khlaifah An Nashir di Baghdad pun menyetujuinya.

Maka, di tengah musim haji pada 579 Hijriah atau 1183 Masehi, shalahuddin mengimbau seluruh jamaah hajji agar setiap tahun merayakan maulid Nabi di kampong halaman masing-masing. Salah satu kegiatan yang dalam maulid yang pertama kali digelar oleh Shalahuddin pada 580 H/1184 M adalah sayembara menulis riwayat Nabi yang diikuti oleh sejumlah ulama dan sasterawan.

Setelah diseleksi, pemenang pertamanya dalahSyaikh Ja’far Al-Barzanji-yang menulis riwayat Rasulullah SAW dan keluhuran akhlaknya dalam bentuk syair yang panjang, yaitu Maulid Barzanji.

Ternyata, peringatan Maulid Nabi yang digagas oleh Shalahuddin al-Ayyubi mampu menggelorakan semangat jihad kaum muslim dalam menghadapi serangan agresi Barat dalam Perang salib. Shalahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga Yerusalem berhasil direbut pada 583 H atau 1187 M.

Pada zaman sekarang, kebanyakan muslim di Negara-negara Islam merayakan Maulid Nabi, diantaranya: Mesir, Syria, Lebanon, Yordania, Palestina, Iraq, Kuwait, Uni Emirat Arab (tidak secra resmi karena mereka menyambut secara sembunyi-sembunyi di rumah masing-masing), Sudan, Yaman, Libya, Tunisia, Algeria, Maroko, Mauritania, Djibouti, Somalia, Turki, Pakistan, India, Sri Lanka, Iran, Afghanistan, Azerbaidjan, Uzbekistan, Turkistan, Bosnia, Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan kebanyakan Negara islam yang lain. Di kebanyakan Negara Arab, Maulidurrasul Saw merupakan hari cuti umum.

Oleh karena itu, sangatlah pantas bagi kita untuk selalu memperingati kelahiran beliau sebagai bentuk syukur dan terima kasih yang dalam kepada Allah SWT atas karunia-Nya yang agung dengan lahirnya Rasulullah SAW.”man ahabbani fahuwwa ma’i fil-jannah” (al-hadits aw kama qala).

Minggu, 21 Februari 2010

Dilema Pembangkit Energi Nuklir di Indonesia

Nemu Siaran Pers dari suatu Organisasi atau LSM MANUSIA atau Masyarakat Antinuklir Indonesia. Mereka mengeluarkan siaran pers "INDEPENDENSI ENERGI MELALUI NUKLIR ADALAH ILUSI YANG MENGHAMBAT INDONESIA YANG BERDAULAT" pada 11 Februari lewat om Google. Dan saya mencoba memberi komentar terhadap siaran pers tersebut.


INDEPENDENSI ENERGI MELALUI NUKLIR ADALAH ILUSI YANG MENGHAMBAT INDONESIA YANG BERDAULAT


Kebutuhan energi dunia selama ini mayoritas menggunakan energi fosil berupa minyak bumi, batubara dan gas. Selama ratusan tahun negara industri telah mengeksploitasi energi fosil untuk kepentingannya. Setelah ditemukannya teknologi nuklir, dunia menaruh harapan besar terhadap jenis energi ini. Namun setelah 50 tahun berlalu, energi nuklir tidak bisa membuktikan harapan tersebut. Berbagai masalah yang terungkap dalam penggunaan energi nuklir tersebut pada akhirnya sangat merugikan masyarakat dan negara. Tidak hanya itu, penerapan energi nuklir sangat bergantung pada subsidi negara dan dukungan politik secara khusus dari pemerintah.
LQK :
Saat ini 15 persen listrik dunia dibangkitkan dari energi nuklir. Dengan semakin maraknya pembangunan PLTN di seluruh dunia prosentase ini bakal naik. Harapan dunia memang tertunda karena timbulnya gerakan lingkungan hidup dan anti-nuklir; namun kini gerakan lingkungan hidup sudah mulai menyadari pentingnya peran masa depan energi nuklir khususnya dalam mitigasi GHG (Greenhouse Gases) atau GRK (Gas Rumahkaca). Dukungan pemerintah memang penting untuk terwujudnya program PLTN, namun soal subsidi bisa diperdebatkan.

Seperti halnya masyarakat dunia, Indonesia juga harus menyiapkan rencana energi yang komprehensif untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya melalui independensi energi yang sejati. Namun demikian, hal itu jelas tidak mungkin dilakukan melalui energi nuklir. Seperti kata Dewa Tara dari MPTN (Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir), "Indonesia tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menggunakan nuklir. Nyaris seluruh hal harus diimpor dari luar negeri, mulai dari bahan bakar, reaktor, hingga suku cadang pabrik listrik itu sendiri. Belum lagi berbicara tentang limbah nuklir yang belum ada solusinya itu.” Lanjutnya, “independensi energi melalui nuklir adalah suatu ilusi yang menina‐bobokan Indonesia sekaligus menghambat pemanfaatan energi terbarukan yang bersih yang seharusnya menjadi solusi bagi independensi energi Indonesia.”
LQK:
Deklarasi 5 LSM (saya lupa LSM apa saja) sangat jelas menerangkan mengapa energi nuklir diperlukan di Indonesia; untuk mencegah kerugian yang lebih besar lagi di masa mendatang sebagai akibat naiknya harga energi. Justru independensi yang sejati di bidang energi adalah suatu ilusi besar. Kini kapasitas kita di bidang nuklir memang masih terbatas, tetapi program nuklir akan memungkinkan kita untuk lambat laun meningkatkan kapasitas industri kita. Local content PLTN pertama mungkin hanya 25-30 persen, tetapi angka ini bisa ditingkatkan untuk PLTN berikutnya.

“Hingga saat ini energi nuklir tidak bisa menyelesaikan berbagai masalah yang ditimbulkannya sendiri, yakni radioaktifitas yang mencemari masyarakat dan lingkungannya mulai dari penambangan uranium, pengoperasian normal PLTN, dan dalam bentuk limbah nuklir yang abadi,” demikian dikatakan Dian Abraham dari MANUSIA. Lebih lanjut, dikatakan, “energi nuklir tidak pernah bisa membuktikan janjinya untuk menyediakan listrik yang murah. Bahkan data pemerintah saat ini yang menyatakan biaya per reaktor PLTN berkapasitas 1.000 MW adalah 1,5 hingga 2 miliar USD terbukti meleset sangat jauh jika dibandingkan dengan data riil kontrak PLTN Korea Selatan dengan Uni Emirat Arab baru‐baru ini. Biaya per reaktor kontrak tersebut adalah 3,5 miliar USD. Dengan rencana pembangunan empat reaktor, perbedaan data biaya tersebut mencapai sedikitnya 6 miliar USD alias 55 triliun rupiah. Jika data pemerintah bisa salah sedemikian fatal, sama sekali tidak menutup kemungkinan data PLTN yang lain juga salah fatal.” Tidak itu saja, Koesnadi Wirasapoetra dari SHI
LQK:
Apa yang dikatakan Dian Abraham itu tidak benar. Kalau benar, tidak mungkin Greenpeace kini tidak lagi menentang proyek PLTN di Inggeris. Soal biaya, harus jelas dahulu apa lingkup kontrak UEA dengan Korea Selatan; ada kemungkinan banyak SDM yang didatangkan dari KorSel karena di UEA belum tersedia. Pekiraan 1,5 sampai 2 milyar dollar untuk PLTN 1000 MW di Indonesia adalah bukan untuk PLTN pertama yang mungkin akan 15-20 persen lebih tinggi, melainkan overnight cost biaya EPC yaitu engineering, procurement and construction bagi PLTN ke3 dan ke-4. Tidak termasuk biaya transmisi (bila ada), biaya beli lahan, dlsb.

(Sarekat Hijau Indonesia) menambahkan, “teknologi yang dianggap canggih ini justru terbukti tidak bisa memenuhi janjinya di tahun 1950-an bahwa PLTN sangat aman. Peristiwa Three Mile Island dan Chernobyl menjadi bukti bahwa kekhawatiran pemrotes nuklir sama sekali tidak mengada‐ada. Ketiadaan kecelakaan yang setara saat ini tidak berarti bahwa teknologi PLTN sudah aman. Berbagai laporan resmi justru menunjukkan bahwa puluhan ribu peristiwa (event), baik berupa insiden (incident) maupun kecelakaan (accident) terjadi di seluruh dunia.” Mengutip seorang pakar nuklir independen dari AS, David Lochbaum, ketiadaan kecelakaan seperti Chernobyl hanyalah karena “faktor keberuntungan belaka”.
LQK:
Kekhawatiran pemrotes nuklir mengesampingkan kemajuan yang dicapai industri nuklir di bidang keselamatan operasi PLTN yang terjadi sejak tahun 1979. Kini 437 PLTN semuanya beroperasi dengan aman dan bahkan di beberapa lokasi PLTN masyarakat sekelilingnya meminta perusahaan listrik supaya menambah pembangunan PLTN. Pakar nuklir independen dari AS rupanya tidak mengetahui bahwa PLTN jenis Chernobyl pun sudah mengadakan perbaikan-perbaikan yang bertujuan untuk jauh mengurangi kejadian seperti yang terjadi pada Chernobyl-4 di tahun 1986. Sampai sekarang masih ada 12 PLTN tipe yang sama yang masih beroperasi di Rusia. Yang diberhentikan operasi di Eropa Timur adalah di negara yang ingin masuk Uni Eropa, karena penghentian operasi PLTN tipe Chernobyl dijadikan syarat untuk masuk Uni Eropa.

Selain itu, berbeda dengan pemanfaatan teknologi umumnya yang sosialisasinya diserahkan kepada produsennya dan keputusan penggunaannya diserahkan kepada masyarakat yang menjadi konsumennya, penggunaan energi nuklir di seluruh dunia selalu membutuhkan proteksi politik dari pemerintah. Tidak hanya itu, bahkan secara lancang seorang mantan pejabat BATAN pernah meminta dibentuknya UU yang mewajibkan penggunaan PLTN. Hal ini bukan saja tidak lazim, bahkan di negara nuklir itu sendiri, tetapi juga membuktikan bahwa kepentingan industri adalah nomor satu ketimbang kepentingan dan keselamatan masyarakatnya. Di seluruh dunia, justru sebaliknyalah yang dikenal, yaitu adanya UU yang melarang penggunaan nuklir, misalnya UU (Pelarangan) Penambangan Uranium dan Fasilitas Nuklir di New South Wales, Australia. Pertimbangannya tentu saja untuk melindungi kepentingan dan keselamatan masyarakatnya. Proteksi politik itu sangat terasa di wilayah calon lokasi PLTN di Semenanjung Muria.
LQK:
Soal penerbitan UU untuk melarang beroperasinya PLTN, sekarang ini sedang terjadi perubahan yang sebaliknya: di Jerman, di Italia, dan di negara lain. Eropa dan termasuk Inggris kini berniat membangun PLTN, antara lain untuk mitigasi emisi CO2. Menteri Ekonomi Italia pernah mengatakan bahwa pelarangan operasi PLTN di Italia tahun 1980-an telah berakibat kerugian negara sebanyak 50 milyar dollar AS. Di Indonesia DPR sudah menerbitkan UU No. 17 tahun 2007 di mana sudah tercantum ketentuan bahwa PLTN pertama akan beroperasi antara tahun 2015 dan 2019. Ini harus dijalankan oleh Pemerintah.

Suasana tegang dan pemecahbelahan di antara masyarakat telah berkepanjangan selama puluhan tahun. Pemerintah bahkan ikut campur dengan ikut membentuk organisasi pro‐PLTN di desa Balong. Dalam beberapa kasus bentrok terbuka antara kedua kelompok, aparat pemerintah juga cenderung berpihak pada kelompok masyarakat yang pro‐PLTN. Meski demikian, seperti dikatakan Ali Arifin dari PMB, “mayoritas warga Balong tetap menolak keras rencana PLTN di wilayah mereka dan kami mengecam tangan‐tangan pemerintah yang ikut bermain di desa Balong dan desa‐desa sekitar Balong dengan mengucurkan dana bagi mereka yang mendukung megaproyek PLTN Muria.” Demikian pula, pemerintah lokal cenderung bersikap gegabah untuk menerima begitu saja informasi kelebihan energy nuklir dari industri nuklir yang tak lain adalah pedagang yang sedang mencari untung.

Hal itu tercermin dalam kasus rencana nuklir di Madura maupun berbagai lokasi seperti Gorontalo, Kalimantan, Banten dan Bangka‐Belitung. Seperti dikatakan oleh Muhammad Hasan Jailani dari AM2PN, “jika tidak diawasi, pemerintah lokal akan selalu tergoda untuk hanya mendengarkan industry nuklir. Oleh karena itu AM2PN mengecam pernyataan Wakil Gubernur Jawa Timur yang baru‐baru ini kembali mengusulkan Madura sebagai lokasi PLTN dan mengorbankan masyarakat Madura demi kepentingan industri nuklir yang sedang sekarat.” Ditambahkan oleh Sardi El Bayano dari Muria Institute, “para wakil rakyat juga tidak peka terhadap apa yang terjadi di tengah‐tengah masyarakat. Segelintir anggota Komisi VII DPR bahkan terang‐terangan mendorong pemanfaatan energi nuklir tanpa pernah bertanya kepada masyarakat maupun pihak yang keberatan terhadap proyek nuklir tersebut. Kami hanya bisa berharap para wakil rakyat di masa depan akan menyesali dukungan tersebut dan mem‐pansus‐kan para wakil rakyat yang saat ini duduk di Senayan karena pada akhirnya, masyarakat Indonesia yang akan menanggung beban dari keputusan untuk menggunakan teknologi yang merupakan jalan buntu ini.”
LQK:
Informasi kini sudah banyak tersedia melalui internet, dan masyarakat dari golongan mana pun dapat mengaksesnya dan dapat menilai sendiri. Pro dan kontra selalu ada, bahkan di Perancis pun, yang listriknya hampir 80 persen dari nuklir, masih ada 20 persen anggota masyarakatnya yang menentang, 20 persen lagi tidak peduli dan "hanya" 60 persen yang mendukung. Saya jamin masyarakat Indonesia akan mendapat keuntungan ganda dari kehadiran PLTN dan bukan beban.

Indonesia saat ini hanya memanfaatkan kurang dari 5% dari potensi energi terbarukan yang ada. Greenpeace menggaris bawahi kebutuhan akan kepemimpinan negara yang kuat untuk membuat peraturan akan penggunaan energy terbarukan secara massal. Sebagai perbandingan, China yang pada tahun 2005 mengimplementasikan Undang‐Undang Promosi Energi Terbarukan, berhasil membawa negara dengan emisi gas rumah kaca terbesar di dunia itu menjadi negara yang paling maju dan cepat dalam mengembangkan tenaga angin, dan sangat membantu China menurunkan tingkat emisi dengan sangat cepat. “Meninggalkan investasi bahan bakar fosil dan nuklir untuk dialihkan pada panas bumi, angin, dan matahari tidak hanya merupakan pilihan pintar untuk mengurangi emisi karbon dan risiko bencana ekologis, tetapi juga pilihan ekonomi yang pintar,” kata Arif Fiyanto, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara.
LQK:
Energi terbarukan pasti kita butuhkan juga karena aplikasinya dalam situasi dan kondisi tertentu memang bisa membawa manfaat. Namun amat sulit untuk meraih pangsa pasar yang besar dalam waktu relatif singkat, karena masih terdapat berbagai kendala.

Selasa, 16 Februari 2010

Fatwa Haram MUI

SUDAH bisa diduga, lembaga keulamaan macam MUI pasti mengharamkan perayaan Valentine’s Day yang jatuh setiap tanggal 14 Februari. Dan bisa ditebak, seperti biasanya alasannya irrasional dan cenderung menggeneralisir. Hal tersebut sepertinya dibenarkan oleh MUI Bangka yang baru-baru ini mengeluarkan fatwa/statement bahwa Valentine’s Day adalah haram hukumnya, sebagaimana diberitakan dalam Republika Online.

Valentine’s Day sendiri dirayakan semenjak tahun 496 M dan pertama kali dicetuskan oleh Paus Gelasius I untuk mengenang seorang martyr Kristen bernama St. Valentinus. Secara tradisional, hari Valentine adalah hari di mana setiap orang bebas mengekspresikan rasa cintanya terhadap seseorang yang seringkali ditunjukkan dengan misalnya mengirim bunga atau kartu ucapan.

Secara esensial, sebenarnya tidak ada yang salah dengan hari Valentine, toh kasih sayang adalah universal. Bukankah Tuhan sendiri adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang? Lagipula, bangsa Indonesia telah banyak mengadopsi praktik budaya dari luar. Sehingga tak ada alasan untuk menolak perayaan Valentine dengan alasan “bukan budaya kita”. Mengenai bagaimana bentuk perayaannya, tentu bisa disesuaikan dengan nilai-nilai lokal kita. Tak ada keharusan untuk meniru mentah-mentah budaya dari luar.

Tetapi “penyakit klasik” ulama konservatif sebagaimana direpresentasikan oleh MUI, adalah pandangan keagamaannya yang hanya melihat kulit luar dari sesuatu dan tidak menyentuh esensi. Terlebih dalam kasus peringatan hari Valentine. Sudah “berbau Kristen”, berasal dari barat pula. Dua alasan yang membuat lembaga keulamaan macam MUI pasti antipati dan bersiap dengan fatwa haramnya. Dalam kasus seperti ini, pemikiran yang jernih seringkali tak dipakai, dan ayat-ayat suci pun dijadikan pembenaran.

Di bawah ini adalah kumpulan statement dari ketua MUI Bangka yang dikutip dari Republika Online perihal perayaan Valentine, yang disertai sedikit tanggapan dari saya. Selamat membaca.

MUI Bangka
“Selain hanya buatan manusia, Hari Kasih Sayang yang biasa disebut `Valentine Day` itu merupakan budaya Barat,” kata Ketua MUI Kabupaten Bangka, Yubahar Hasan, di Sungailiat, Rabu.”

Tanggapan
Dari statement di atas, terlihat pola pikir MUI yang dangkal dengan hanya melihat kulit luar tanpa memahami esensinya. Apa yang salah dengan “buatan manusia”? Apa yang salah dengan “budaya barat”? Apakah hanya karena “buatan manusia” dan “budaya barat” pula, sesuatu menjadi “berbahaya” dan oleh sebab itu harus diharamkan?

MUI Bangka
“Dalam ajaran Islam, kasih sayang dilaksanakan kapan saja dan tidak mesti dijadwalkan satu setahun sekali. Setiap saat justru kita harus berkasih sayang, namun dengan cara cara sesuai syariat Islam,”

Tanggapan
Bermaafan juga sebaiknya dilaksanakan kapan saja. Tapi tidak ada salahnya mengambil satu hari tertentu sebagai momentum bermaafan, semisal pada Hari Raya Idul Fitri. Begitu juga dengan perayaan hari Ibu, hari Kartini, hari Pendidikan, dan sebagainya.

MUI Bangka
“Kasih sayang menurut Islam adalah mengerjakan aturan hukum agama sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad Saw., yaitu bertakwa kepada Allah Swt. dan menghormati kedua orang tua,”

Tanggapan
Dan apakah itu bertentangan dengan esensi dari Valentine’s Day? MUI ngomong begini, karena dalam benaknya “kasih sayang” di luar Islam itu cuma berkenaan dengan masalah “di bawah puser” saja. Padahal, di dunia luar Islam, kasih sayang itu terbagi menjadi empat: eros, filio, storge dan agape. “Bertakwa kepada Allah” bisa dimaknai sebagai “Agape”, sedangkan menghormati kedua orang tua bisa diketakkan dalam konteks “storge”.

MUI Bangka
“Kita saling mendoakan antara umat Islam ke jalan Allah Swt. juga sudah termasuk saling sayang menyayangi dengan teman yang lain atau saudara sesama Islam,”

Tanggapan
Benar sekali, dan itu konteksnya adalah “filio”, sebuah bentuk “kasih sayang” juga. MUI pasti nggak mikir ke sini.

MUI Bangka
alasan lain adalah pada kesempatan tersebut justru digunakan oleh sebagain besar kaum muda untuk hura-hura dan melakukan perbuatan negatif yang melanggar norma.

Tanggapan
Kalau begitu, ini bukan salah konsep Valentinenya, tetapi hura-huranya. Di malam takbiran sekalipun, banyak anak muda yang berkonvoi ramai-ramai memacetkan jalan dan membahayakan umum.

Kamis, 11 Februari 2010

Makanan Sehat

Mari sejenak kita perhatikan apa sehari-hari kita makan, nasi/roti/kentang, sayur, daging/ayam, buah dan susu. Apakah semuanya sehat atau hanya junkfood yang menjadi agen masuk dan berkembangnya penyakit? dalam postingan review film "food matters" telah sedikit diulas bahwa penyakit manusia yang tinggi secara intensitas pada saat ini adalah terkait dosa-dosa food industry.

Mari kita pelajari secara menyeluruh namun singkat tentang usaha manusia memenuhi makanannya.

Jaman Pra-Pertanian
manusia mengumpulkan makanan yang tersedia di alam, tidak ada campur tangan manusia dalam proses terciptanya bahan makanan. semua makanan manusia pada saat itu adalah ALAMI dan sehat

Jaman Pertanian Keluarga
Pada saat ini manusia sudah punya ilmu bertani dan beternak. Semua sumberdaya untuk memajukan usaha pertaniannya berasal dari alam. Semua makanan manusia pada saat ini adalah ALAMI dan sehat

Jaman Mekanisasi Pertanian
seiring meningkatnya permintaan pasar, petani dituntut untuk meningkatkan produksinya. saat itu cara yang digunakan adalah meluaskan lahan pertanian. alat-alat pertanian diciptakan untuk membantu petani. beberapa jenis alat pertanian menggunakan mesin yang menyebabkan kerusakan tanah baik secara fisik maupun kimia. Penggunaan mekanisasi yang benar berpotensi besar untuk menciptakan makanan sehat dan alami.

Jaman Pestisida Pertanian
penggunaan pupuk dan racun anti hama, penyakit dan gulma telah menyebabkan pencemaran lingkungan yang sangat signifikan. lebih penting residu pestisida tetap berada di produk pertanian yang kita makan. apa yang kita makan saat ini adalah bahan makanan berlapis racun.

Jaman Hormonisasi Pertanian
Hormon banyak digunakan di bidang peternakan, seperti hormon untuk mempercepat pertumbuhan ayam dan hormon untuk menstimulir sapi agar tetap menghasilkan susu. ayam dan susu adalah contoh makanan yang bisa menyebabkan kanker karena hormon yang digunakan.

Jaman Gen-Modifikasi Pertanian (GMO)
adalah tingkat tercanggih pertanian dewasa ini namun juga punya potensi merusak lingkungan dan kesehatan yang paling berbahaya. tiap makanan yang dihasilkan dari produksi pertanian ini mengandung gen-gen asing yang disusupkan. gen-gen asing ini ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian dengan kemampuan membunuh makhluk lain, contohnya pada tanaman Bt.

Apa yang sebenarnya kita makan?

kembali ke pertanyaan awal, mari kita cek apa yang sebenarnya kita makan.
  1. Nasi. Nasi yang kita makan adalah nasi putih. ia berwarna putih karena kulit ari padi yang banyak mengandung vitamin sudah digosok habis. nasi yang asli sebenarnya berwarna kecoklatan.
  2. Sayur dan buah; yang kita makan selain manfaat gizi dan vitaminnya, juga residu pestisida yang sangat berbahaya bagi kesehatan. mencuci atau memasak tidak membuatnya residu ini hilang.
  3. daging/ayam/ikan: industri ayam di dalam negeri sudah menggunakan hormonisasi. daging insyaAllah masih hasil produksi tradisional yang aman untuk dikonsumsi (kecuali sapi yang diternakkan di tempat sampah, saya tidak bisa mengatakan dagingnya sehat). ikan juga insyaAllah masih sehat. tentu bila semuanya tidak terkontimasi borax.
  4. Susu; sebagian besar susu di dalam negeri adalah import, dan produksi susu di Luar negeri seperti apa yang saya tulis diatas yaitu menggunakan hormon.
APA SOLUSI YANG MASUK AKAL?

Para ahli pertanian berusaha menjawab kegagalan sistem pertanian untuk menghasilkan makanan sehat dengan memperkenalkan beberapa sistem pertanian yang bersifat "back to nature". sistem pertanian tersebut antaranya: pertanian organik dan pertanian dinamik. Pertanian dinamik adalah sistem pertanian terbaik namun hanya bisa dikembangkan di jerman.

Baik pertanian organik maupun pertanian dinamik mengharamkan penggunaan pestisida, hormon dan gen-modifikasi dalam pertaniannya. produk yang dihasilkan adalah sehat baik dari segi kesehatan maupun lingkungan. satu-satunya kelemahan sistem ini adalah karena 'harga' yang lebih mahal. namun bagi orang yang mau berhitung panjang, maka sebenarnya produk organik lebih murah karena ongkos ke dokter atau ke rumah sakit bisa di cut se minimal mungkin.

solusi untuk menghindari harga produk organik yang kurang terjangkau adalah dengan menanam sendiri sayur yang memungkinkan untuk ditanam di pekarangan atau didalam ruangan/rumah.



Minggu, 07 Februari 2010

Tahun Baru Imlek Bukan Hari Raya Agama

Tak banyak orang yang tahu, kalau Tahun Baru Imlek bukan merupakan hari raya agama, seperti Idul Fitri ataupun Natal. Perayaan yang setiap tahunnya diperingati oleh semua etnis Tionghoa di seluruh dunia, tak lebih dari sekedar perayaan ucapan syukur, seperti Thanksgiving Day di Amerika.


Tahun Baru Imlek adalah salah satu hari raya Tionghoa tradisional, yang dirayakan pada hari pertama dalam bulan pertama kalender Tionghoa, jatuh pada hari terjadinya bulan baru kedua setelah hari terjadinya hari terpendek musim dingin (Latin: solstitium => bahasa Inggris: solstice). Namun, jika ada bulan kabisat kesebelas atau kedua belas menuju tahun baru, tahun baru Imlek akan jatuh pada bulan ketiga setelah hari terpendek. Hari raya ini juga dikenal sebagai 春節 Chun1jie2 (Festival Musim Semi), 農曆新年 Nong2li4 Xin1nián (Tahun Baru), atau 過年 Guo4nián.

Imlek dirayakan di seluruh dunia, termasuk di Pecinan di berbagai negara, dan merupakan hari raya terpenting bagi bangsa Tionghoa, dan banyak bangsa Asia Timur seperti bangsa Korea dan Vietnam (Tết) yang memiliki hari raya yang jatuh pada hari yang sama. Sekitar masa tahun baru orang-orang memberi selamat satu sama lain dengan kalimat: Aksara Tionghoa Sederhana: 恭喜发财 - Aksara Tionghoa Tradisional: 恭喜發財 = "selamat dan semoga banyak rejeki", dibaca: "Gōngxǐ fācái" (bahasa Mandarin), "Kung hei fat choi" (bahasa Kantonis), "Kiong hi huat cai" (bahasa Hokkien).

Di Indonesia, selama 1965-1998 perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Alm. Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.

Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika mantan Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Megawati Soekarnoputri menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional. Mulai 2003, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional.

Bagi etnis Tionghoa adalah suatu keharusan untuk melaksanakan pemujaan kepada leluhur, seperti, dalam upacara kematian, memelihara meja abu atau lingwei (lembar papan kayu bertuliskan nama almarhum leluhur), bersembahyang leluhur pada hari Ceng Beng (hari khusus untuk berziarah dan membersihkan kuburan leluhur) dan Hari Raya Imlek.

Oleh sebab itu, pada Hari Raya Imlek anggota keluarga akan mengunjungi rumah anggota keluarga yang memelihara lingwei (meja abu) leluhur untuk bersembahyang. Atau mengunjungi rumah abu tempat penitipan lingwei leluhur untuk bersembahyang.


Di Surabaya terdapat banyak Rumah Abu tempat penitipan abu leluhur yang dikremasi atau lingwei dari leluhur yang sudah dimakamkan. Pemujaan terhadap leluhur merupakan salah satu bagian penting dari kebudayaan etnis Tionghoa. Banyak etnis Tionghoa yang percaya bahwa alam semesta adalah Chi (energi).

Ketika manusia meninggal dunia maka jasadnya turun ke bumi, sedangkan rohnya hidup terus di langit sebagai Chi. Hal ini memungkinkan orang yang masih hidup untuk berhubungan dengan leluhur mereka yang sudah meninggal dunia melalui pemujaan, ritual, dan upacara.


Angpao (Hanzi: 紅包, hanyu pinyin: hong bao) adalah bingkisan dalam amplop merah yang biasanya berisikan sejumlah uang sebagai hadiah menyambut tahun baru Imlek.

Sejak lama, warna merah melambangkan kebaikan dan kesejahteraan di dalam kebudayaan Tionghoa. Warna merah menunjukkan kegembiraan, semangat yang pada akhirnya akan membawa nasib baik.

Angpao sendiri adalah dialek Hokkian, arti harfiahnya adalah bungkusan/amplop merah. Namun angpao sebenarnya bukan hanya monopoli perayaan tahun baru Imlek semata karena angpao melambangkan kegembiraan dan semangat yang akan membawa nasib baik, sehingga angpao juga ada di dalam beberapa perhelatan penting seperti pernikahan, ulang tahun, masuk rumah baru dan lain-lain yang bersifat suka cita.

Angpao pada tahun baru Imlek mempunyai istilah khusus yaitu "Ya Sui", yang artinya hadiah yang diberikan untuk anak-anak berkaitan dengan pertambahan umur/pergantian tahun. Di zaman dulu, hadiah ini biasanya berupa manisan, bonbon dan makanan. Untuk selanjutnya, karena perkembangan zaman, orang tua merasa lebih mudah memberikan uang dan membiarkan anak-anak memutuskan hadiah apa yang akan mereka beli. Tradisi memberikan uang sebagai hadiah Ya Sui ini muncul sekitar zaman Ming dan Qing. Dalam satu literatur mengenai Ya Sui Qian dituliskan bahwa anak-anak menggunakan uang untuk membeli petasan, manisan. Tindakan ini juga meningkatkan peredaran uang dan perputaran roda ekonomi di Tiongkok di zaman tersebut.

Uang kertas pertama kali digunakan di Tiongkok pada zaman Dinasti Song, namun baru benar-benar resmi digunakan secara luas di zaman Dinasti Ming. Walaupun telah ada uang kertas, namun karena uang kertas nominalnya biasanya sangat besar sehingga jarang digunakan sebagai hadiah Ya Sui kepada anak-anak.

Di zaman dulu, karena nominal terkecil uang yang beredar di Tiongkok adalah keping perunggu (wen atau tongbao). Keping perunggu ini biasanya berlubang segi empat di tengahnya. Bagian tengah ini diikatkan menjadi untaian uang dengan tali merah. Keluarga kaya biasanya mengikatkan 100 keping perunggu buat Ya Sui orang tua mereka dengan harapan mereka akan berumur panjang.

Jadi, dari sini dapat kita ketahui bahwa bungkusan kertas merah (angpao) yang berisikan uang belum populer di zaman dulu.


Saat ini masyarakat keturunan Tionghoa merayakan Hari Raya Imlek. Imlek adalah hari raya tahun baru berdasarkan penanggalan Imlek yang dirayakan setiap tanggal 1 bulan pertama kalender Imlek. Maka perayaan Imlek disebut Sin Cia (tahun baru).

Kalender Imlek adalah penanggalan yang menganut perhitungan berdasarkan peredaran bulan (lunar calendar). Tidak seperti kalender masehi (kalender Gregorian) yang berdasarkan peredaran matahari (solar calendar)

Perayaan Imlek juga disebut Chun Cie (pesta musim semi). Hal itu erat kaitannya dengan keadaan musim di Tiongkok, di mana penduduk mengalami perubahan dari musim dingin yang suram dan dingin menjadi musim semi yang cerah dan sejuk, serta penuh dengan kehidupan baru dari flora dan fauna. Maka kedatangan musim semi sangat disyukuri dan dirasakan patut dirayakan dengan penuh sukacita.

Pada Hari Raya Imlek, wihara dan kelenteng penuh sesak oleh orang-orang yang datang untuk sembahyang. Oleh sebab itu, banyak orang yang bukan etnis Tionghoa dan bukan beragama Buddha mengira Imlek adalah hari raya agama Buddha sebab wihara adalah tempat beribadat umat Buddha.

Imlek bukan hari raya agama Buddha. Hari raya agama Buddha adalah Tri Suci Waisak yang memperingati tiga peristiwa penting, yaitu hari lahir Pangeran Sidharta Gautama, hari Pangeran Sidharta Gautama menjadi Buddha dengan dicapainya penerangan sempurna, dan hari wafatnya Sang Buddha dan masuk Pari Nirwana.

Imlek juga bukan hari raya agama Konghucu. Hari raya agama Konghucu adalah hari lahir Nabi Konghucu, hari wafatnya Nabi Konghucu dan Hari Genta Rohani (Hari Nabi Konghucu meninggalkan jabatan pemerintah dan mengembara ke dalam dunia spiritual).

Hari Raya Imlek adalah pesta rakyat yang paling utama dalam almanak Tionghoa, yang dirayakan dari tanggal satu bulan satu Imlek sampai dengan tanggal 15 bulan satu Imlek (Cap Go Me), selama 15 hari.

Etnis Tionghoa merayakan Imlek di wihara dan kelenteng bukan hanya menyembah Buddha, tetapi juga untuk menyembah dewa-dewa dan orang suci untuk menyatakan rasa syukur, berterima kasih, serta memohon perlindungan dan kebaikan bagi keluarganya di tahun-tahun yang akan datang.

Sejak ribuan tahun lalu, di negeri Tiongkok banyak orang sekaligus menganut tiga agama, Buddha, Tao, dan Konghucu, sehingga dapat disebut sebagai agama Sam Kao atau Tri Dharma. Ciri agama orang Tionghoa sampai sekarang masih banyak yang bercorak agama majemuk. Dalam hal kepercayaan, orang Tionghoa umumnya tidak mutlak percaya pada satu agama, melainkan mengambil unsur-unsur tertentu dari berbagai agama masing-masing. Banyak etnis Tionghoa di Indonesia yang juga menyembah dewa-dewa majemuk.

Prof Kong Yuanzhi, Guru Besar Bahasa dan Kebudayaan Indonesia, Fakultas Studi Ketimuran (Oriental Studies), Universitas Peking, dalam bukunya Silang Budaya Tiongkok Indonesia, menyatakan, di Jakarta selama 1650 - 1975, berturut-turut telah dibangun 72 wihara dan kelenteng. Dewa-dewa dan orang suci yang dipajang di dalam 72 wihara dan kelenteng itu seluruhnya berjumlah 115 macam.

Jadi, di wihara atau kelenteng tidak hanya ada patung Buddha, tetapi juga banyak patung lainnya. Antara lain Kwan Im, Kwan Kong, Konghucu, Toa Pekong, Dewi Langit, Dewi Samudra, Dewa Tanah, dan Delapan Dewa.

Sebagai contoh, di Wihara Boen Bio (Kelenteng BOEN TJHIANG SOE) yang dibangun sekitar 1906 di Jalan Kapasan Dalam, Surabaya, dipajang patung-patung: Bodhisatwa Kwan Im, Bodhisatwa Ksitigarbha, Zhao Gongming, Kwan Kong, Dewa Tanah, Dewi Tian Hou, dan lain-lain.

Setara dengan Thanksgiving Day

Perayaan Imlek mempunyai makna pengucapan syukur atas berkat dan kelimpahan yang sudah diterima pada tahun yang baru lalu dan permohonan berkat dan pertolongan baik dari Thian (Tuhan), dewa-dewa, maupun leluhur pada tahun yang akan datang.


Di Amerika Serikat diselenggarakan pesta rakyat "Thanksgiving Day" yang dirayakan pada hari Kamis kedua bulan November. "Thanksgiving Day" bermula dari tradisi pesta panen masyarakat pertanian yang sudah dirayakan sejak masa kejayaan Yunani dan Romawi. "Thanksgiving" dirayakan sebagai tanda terima kasih pada Tuhan atas keberhasilan panen pada musim itu.

Di Amerika Serikat sejak 1863, "Thanksgiving Day" ditetapkan sebagai Hari Raya Nasional. "Thanksgiving Day" menjadi pesta rakyat yang tidak terkait dengan suatu agama, sehingga segenap warga negara Amerika Serikat merayakannya dengan sepenuh hati.

Seperti halnya "Thanksgiving Day" Imlek juga bukan hari raya keagamaan. Imlek adalah pesta rakyat yang dirayakan secara tradisional oleh etnis Tionghoa dari segala macam agama di seluruh dunia. Dan mereka merayakannya dengan penuh suka cita dan mengucap syukur sesuai dengan ajaran agama masing-masing.

Gong Xi Fa Cai - Xin Chun Kuai Le
Wan Shi Ru Yi

Jumat, 05 Februari 2010

Kerbau Intelek

Asyik juga mengikuti siaran MetroTV dalam meliput demo besar-besar di seluruh Indonesia berkenaan 100 Hari pemerintahan SBY. Di beberapa tempat terjadi demo damai, namun di daerah-daerah tak kurang terjadi juga bentrokan antara pihak pendemo dan kepolisian. Tampaknya instruksi terhadap pihak kepolisian tidak seragam di seluruh Indonesia. Kita lihat misalnya ada kaum buruh yang menerima surat dari kepoilisian agar jangan turut melakukan demo. Ada kepolisian yang menahan bus dan kendaraan besar agar jangan membawa kaum pendemo. Bus dan kendaraan ini dikumppulkan di satu tempat dan boleh diambil setelah jadwal demo selesai. Ada demo berjumlah kecil tapi dikawal polisi dengan jumlah yang lebih besar. Demo-demo ini diikuti oleh massa buruh, tani, pemuda, mahasiswa dan lapisan masyarakat lainnya. Tuntutan mereka pada pkoknya sama, agar SBY-Boediono turun dari tahtanya. Ada juga yang menuntut agar Boediono dan Sri Mulyani dicopot dsan mempertangguang jawabkan perbuatannya dalam mengalirkan uang sebesar 6.7 trilyun ke Bank Century. Dari semua tuntutan ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam mensejahtrakan rakyat Indonesia, gagalnya SBY menyingkap skandal Century, gagalnya pemerintah di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan bidang-bidang lainnya.

Dari berbagai bentuk penanganan yang dilakukan pihak kepolisian dalam menghadapi kaum pendemo menunjukkan ketidakseragaman instruksi dari pusat hingga ke daerah. Padahal di Banten SBY berpidato memaparkan keberhasilan program 100 harinya, sembari mengatakan kepada rakyat silakan berdemo untuk mengajukan kritik kepada pemerintah, kritik yang membangun dengan ketentuan jangan membikin onar, jangan melahirkan bentrokan, jangan bakar-membakar, berdemolah dengan tenang dan sopan, dsb.

Yang menarik bagi saya dalam mengikuti acara MetroTV adalah hadirnya seekor kerbau dalam demo tersebut. Ini merupakan sebuah catatan baru dalam sejarang bangsa Indonesia. Kerbau tersebut hadir di tengah para demonstran dengan tenang berjalan ke sana dan kemari. Hari itu ia mangkir dari pekerjaannya di sawah. Ia ikut ke kota menyaksikan kemeriahaan para pendemo. Saya tidak tahu, apakah kerbau itu mengetahui bahwa pemerintahan SBY mengalami kegagalan dalam melaksanakan tugasnya, hingga ia rela turut berdemo. Mungkin juga kerbau itu tahu kemana mengalir uang sebanyak 6,7 trilyun yang dikucurkan oleh Boediono dan Sri Mulyani. Ketika polisi melarang kerbau ikut berdemo, pemilik kerbau ingin membawanya pulang. Celakanya sang kerbau tidak mau pulang dan ia berbalik memasuki rombongan para pendemo. Ia tidak tahu bahwa yang menyuruh ia pulang itu adalah polisi yang mempunyai kewenangan luar biasa di negeri ini. Dia tidak tahu membedakan bahwa yang menggunakan pakaian seragam dan menyangkutkan tanda pangkat di dada itu adalah polisi atau tentara... Dia juga tidak mengetahui bahwa yang memakai jas dan berdasi itu adalah para Menteri, Anggota Dewan yang terhormat, sekaligus juga maling-maling yang berkeliaran di negeri ini. Apakah kerbau ini mengerti bahwa demo itu juga termasuk memperjuangkan nasibnya?


Dia rela badannya dicat putih dengan tulisan “Si Bu Ya’’, yang kalau disingkat merupakan inisial SBY. Di pantatnya dibagian kiri dan kanan ditempelkan foto SBY yang diplester dengan ketat agar jangan terjatuh. Kalau dia tahu bahwa yang ditempelkan di pantanya itu adalah foto Paduka Yang Mulia Presiden Repblik Inbdonesia tentu dia akan berontak, sebab kalau tidak berontak tentu ia akan masuk penjara. Apalagi ia mengetahui bahwa penjara sekarang ini baru saja dirazia. Dia tidak akan menemukan penjara seperti yang dimiliki Ayin: ada kamar hias, ada ruang karaoke, ada ruang tamu, bergantungan foto anak dan keluarga, serta kemewahan lainnya. Yang menarik lagi, selama dalam demo kerbau terhormat itu menunjukkan kesopanan. Ia tidak berak dan kencing di tengah khalayak ramai. Dia benar-benar tahu diri bahwa ia merupakan hewan ternak yang bekerja hanya untuk kebahagiaan manusia, termasuk untuk presiden dan para menterinya yang gagal mensejahterakan manusia dan hewan.

Setelah dibujuk dengan berbagai cara, akhirnya kebau itu dapat memahami tuannya. Perlahan-lahan kerbau itu pulang menuju kandangnya dengan mebawa berbagai kenangan, tentang berbagi ulah yang dilakukan menasia. Ia melangkah dengan tenang dan mengetahui dengan pasti bahwa peradaban “bangsa” kebau jauh lebih baik daripada manusia. Ia melirik ke kiri dan ke kanan sambil tersenyum, melangkah dengan bangga bahwa ia telah berhasil turut berdemo mematahkan rekor demo di Indonesia. Ia adalah kerbau pertama yang turut berdemo dan mengalami sukses luar biasa. Setelah tiba di kandang, ia tidak segera mau dibersihkan badannya yang bertuliskan “Si Bu Ya”. Ia merasa bangga bahwa ia telah berhasil membahagiakan manusia, melebihi kemampuan seorang presiden.