Selasa, 16 Februari 2010

Fatwa Haram MUI

SUDAH bisa diduga, lembaga keulamaan macam MUI pasti mengharamkan perayaan Valentine’s Day yang jatuh setiap tanggal 14 Februari. Dan bisa ditebak, seperti biasanya alasannya irrasional dan cenderung menggeneralisir. Hal tersebut sepertinya dibenarkan oleh MUI Bangka yang baru-baru ini mengeluarkan fatwa/statement bahwa Valentine’s Day adalah haram hukumnya, sebagaimana diberitakan dalam Republika Online.

Valentine’s Day sendiri dirayakan semenjak tahun 496 M dan pertama kali dicetuskan oleh Paus Gelasius I untuk mengenang seorang martyr Kristen bernama St. Valentinus. Secara tradisional, hari Valentine adalah hari di mana setiap orang bebas mengekspresikan rasa cintanya terhadap seseorang yang seringkali ditunjukkan dengan misalnya mengirim bunga atau kartu ucapan.

Secara esensial, sebenarnya tidak ada yang salah dengan hari Valentine, toh kasih sayang adalah universal. Bukankah Tuhan sendiri adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang? Lagipula, bangsa Indonesia telah banyak mengadopsi praktik budaya dari luar. Sehingga tak ada alasan untuk menolak perayaan Valentine dengan alasan “bukan budaya kita”. Mengenai bagaimana bentuk perayaannya, tentu bisa disesuaikan dengan nilai-nilai lokal kita. Tak ada keharusan untuk meniru mentah-mentah budaya dari luar.

Tetapi “penyakit klasik” ulama konservatif sebagaimana direpresentasikan oleh MUI, adalah pandangan keagamaannya yang hanya melihat kulit luar dari sesuatu dan tidak menyentuh esensi. Terlebih dalam kasus peringatan hari Valentine. Sudah “berbau Kristen”, berasal dari barat pula. Dua alasan yang membuat lembaga keulamaan macam MUI pasti antipati dan bersiap dengan fatwa haramnya. Dalam kasus seperti ini, pemikiran yang jernih seringkali tak dipakai, dan ayat-ayat suci pun dijadikan pembenaran.

Di bawah ini adalah kumpulan statement dari ketua MUI Bangka yang dikutip dari Republika Online perihal perayaan Valentine, yang disertai sedikit tanggapan dari saya. Selamat membaca.

MUI Bangka
“Selain hanya buatan manusia, Hari Kasih Sayang yang biasa disebut `Valentine Day` itu merupakan budaya Barat,” kata Ketua MUI Kabupaten Bangka, Yubahar Hasan, di Sungailiat, Rabu.”

Tanggapan
Dari statement di atas, terlihat pola pikir MUI yang dangkal dengan hanya melihat kulit luar tanpa memahami esensinya. Apa yang salah dengan “buatan manusia”? Apa yang salah dengan “budaya barat”? Apakah hanya karena “buatan manusia” dan “budaya barat” pula, sesuatu menjadi “berbahaya” dan oleh sebab itu harus diharamkan?

MUI Bangka
“Dalam ajaran Islam, kasih sayang dilaksanakan kapan saja dan tidak mesti dijadwalkan satu setahun sekali. Setiap saat justru kita harus berkasih sayang, namun dengan cara cara sesuai syariat Islam,”

Tanggapan
Bermaafan juga sebaiknya dilaksanakan kapan saja. Tapi tidak ada salahnya mengambil satu hari tertentu sebagai momentum bermaafan, semisal pada Hari Raya Idul Fitri. Begitu juga dengan perayaan hari Ibu, hari Kartini, hari Pendidikan, dan sebagainya.

MUI Bangka
“Kasih sayang menurut Islam adalah mengerjakan aturan hukum agama sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad Saw., yaitu bertakwa kepada Allah Swt. dan menghormati kedua orang tua,”

Tanggapan
Dan apakah itu bertentangan dengan esensi dari Valentine’s Day? MUI ngomong begini, karena dalam benaknya “kasih sayang” di luar Islam itu cuma berkenaan dengan masalah “di bawah puser” saja. Padahal, di dunia luar Islam, kasih sayang itu terbagi menjadi empat: eros, filio, storge dan agape. “Bertakwa kepada Allah” bisa dimaknai sebagai “Agape”, sedangkan menghormati kedua orang tua bisa diketakkan dalam konteks “storge”.

MUI Bangka
“Kita saling mendoakan antara umat Islam ke jalan Allah Swt. juga sudah termasuk saling sayang menyayangi dengan teman yang lain atau saudara sesama Islam,”

Tanggapan
Benar sekali, dan itu konteksnya adalah “filio”, sebuah bentuk “kasih sayang” juga. MUI pasti nggak mikir ke sini.

MUI Bangka
alasan lain adalah pada kesempatan tersebut justru digunakan oleh sebagain besar kaum muda untuk hura-hura dan melakukan perbuatan negatif yang melanggar norma.

Tanggapan
Kalau begitu, ini bukan salah konsep Valentinenya, tetapi hura-huranya. Di malam takbiran sekalipun, banyak anak muda yang berkonvoi ramai-ramai memacetkan jalan dan membahayakan umum.

9 komentar:

  1. diotak-atik memang haram menurutku.
    saya takut logika-logika yang menyertai adalah jalan menuju penghalalan sesuatu.

    ada metode2 yang dipakai ulama dalam mengkaji masalah sehingga saya tak berani mencampuri/mengkritisi sampai saya menguasai metode2 tsb, misal : nahwu, ushul, fiqh, dll.

    BalasHapus
  2. MUI di Indonesia sepertinya lagi berlomba² mengeluarkan stetmen haram ... cari sensasi seperti artis² demi ketenaran dengan "dukungan" agama

    iso² kabeh haram kie ... wakakkakakakakka ... parah dan memalulkan

    BalasHapus
  3. saya kira yang haran malah simui itu je... kikiki

    BalasHapus
  4. Logika yang anda gunakan mas, kelihatannya cuma sekedar mencari pembenaran atas apa yang anda ingin lakukan.

    Dalam konteks eros, filio, storge dan agape. Valentine day sebenarnya memang berdasarkan konteks EROS, filio dan storge memiliki santo sendiri. Filio memiliki Santo Joseph, storge punya Fransesco Asisi dan Agape dirayakan di hari Natal. Coba dipahami lagi konsep konsep ini, jangan cuma copas dari website lain.

    Coba baca lagi sejarahnya mengenai valentine day ini. Berdasarkan wikipedia, valentines day adalah "annual holiday held on february 14 celebrating LOVE and AFFECTION between INTIMATE COMPANIONS" jadi yang anda lakukan diatas adalah menggeneralisir makna valentine.

    Soal malam takbiran, kalau anda seorang muslim mestinya tau bagaimana seharusnya takbiran dilakukan sesuai makna idul fitri. Jadi apa yang dilakukan oleh anak muda yang anda sebut sama sekali bukan takbiran.

    yep saya harap anda cukup dewasa untuk menerima kritik ini, dan saya bukan orang jenggoten bercelana cingkrang :) .. untuk memberik kritik sebaiknya memakai dasar yang benar benar anda pahami bukan sekedar copas atau membandingkan "kalo ini salah .. yang itu juga salah" .. ok ? Tuhan Berkati ...

    BalasHapus
  5. Saya tetap menghargai apa yang telah dilakukan oleh para Ulama termasuk dari MUI. Kalau mereka mendiamkan kan sama saja mereka membodohi kita.
    Soal kita belum mampu untuk melaksanakan fatwa ulama itu persoalan lain yang ada pada diri sa. Tetapi tidak kemudian menentang setiap fatwa.
    silahkan baca blog saya (pro kontra fatwa ulama)

    BalasHapus
  6. Saya tambah bingung...
    Ngutik2 Fatwa MUI itu haram apa enggak ya???
    Kalau menurut MUI kayaknya iya
    Tapi kalau menurut saya kayaknya tidak.
    Knapa?
    Karena MUI juga kumpulan manusia...

    BalasHapus
  7. Kita harus Arif bijaksana menilai suatu masalah karena itu memang tugas Majelis Ulama...
    Akan lebih parah lagi jika MUI tidak melakukan kontrol sosial terhadap apapun perkembangan yang terjadi di masyarakat. Apa yang dilakukan MUI saya anggap wajar... mereka dng status "Ulama"nya mencoba menjadi pagar bagi keyakinannya..terhadap apa-apa yang dirasa mengancam keimanan umatnya. Tak perlu dibesar-besarkan, karena saya juga menghargai pendapat kang Luqman... sebagai mana saya menghargai pendapat para ulama... Walopun diharamkan oleh MUI saya togh masih bebas mengungkapkan kasih sayang saya kpd keluarga saya di tgl 14 Feb atau kapanpun....hahahaha

    BalasHapus
  8. 14 February kan hanya momentum.. bukan berarti nggak boleh sayang-sayangan di hari lain..

    Saya sih nggak paham sejarahnya dulu, yang jelas jika dibuat momentumnya kapan mungkin ini baik untuk mengingatkan bagi yang lupa hiruk pikuk dunia perang dan sebagainya.,. untuk berkasih sayang barang sehariii saja *hahah halah opo seh*

    eh eh lam kenal yah

    BalasHapus
  9. https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWMkJvbFpZejBQZWM/view?usp=drivesdk

    BalasHapus