Minggu, 23 Mei 2010

Partai Pembokat

“Apa masih ada harapan? Si Libas, putera mahkota sudah jelas-jelas mendukung Bung Bagi Kelereng?” Tanya Jos, perwakilan partai dari ujung timur Negeri Opini. “Masih, Bung. Bung Nenas Nimbrung kan membangun partai ini sejak lama. Bung Masuki Kali juga pejuang dari awal partai berdiri. Kalau keputusan pemilihan nanti setengah n plus 1, maka bisa dipastikan kedua suara itu nanti bergabung untuk mengalahkan Bung Bagi si oportunis pragmatis.” Yakin si Diin, utusan Pulau Selatan bicara.

Ya, perdebatan sengit sedang berlangsung dan berkecamuk di hati para utusan daerah Partai Pembokat. Dari namanya, partai ini memang bertujuan melayani, membantu, berkorban demi kebahagiaan semua rakyat Republik Opini. Dengan jiwa pembokat, mereka bersedia meleleh bak lilin demi negeri ini, supaya negara bersinar dan terkenal di seluruh bumi. Di lubuk hati yang paling dalam mereka ingin memilih orang-orang yang berjuang dari awal, orang-orang perintis dan memiliki semangat melayani tanpa pamrih tinggi.

Tetapi karena partai ini juga terlalu mengandalkan figur ketua pembinanya, Presiden Susahnyo Dianioyo, maka mereka jadi takut setelah sang maestro tidak dapat terpilih lagi, tokoh penggantinya tidak memiliki pesona yang sama.Belakangan bergabung tokoh yang punya dana kuat, tim sukses dan jaringan luas, serta memiliki tim pembangun penciteraan yang canggih, bernama Bagi Kelereng. Partai Pembokat yang tadinya kecil, dapat dia tingkatkan penciteraannya dengan program-program populer menggunakan anggaran negara, tetapi diiringi penciteraan partai. Dan lambat laun rakyat mulai meninggalkan partai tradisional mereka dan mendukung Partai Pembokat, sehingga menjadi pemenang pemilu. Politik penciteraan ini begitu menjadi andalan partai, sehingga para petinggi Partai Pembokat, termasuk Presiden Susahnyo dan putera mahkotanya Libas merasa tak mungkin berhasil memenangkan apapun tanpa Bung Bagi Kelereng. Rasa hutang budi itu menjadi dilema.

“Tim survey dan pembentuk Opini Bung Bagi luar biasa, Pa. Tim itu mungkin saja bisa menghipnotis ikan di kolam untuk loncat ke penggorengan. Apapun bisa mereka atur dengan ilmu statistik dan logika serta pengolahan data yang canggih.” Ujar Libas, meyakinkan Susahnyo. “Bagaimana pionir-pionir partai? Mereka bisa kecewa kalau kau terlihat memihak?” Tanya Presiden Susahnyo Dianioyo sedih. “Papa inginnya keluarga besar kita terlihat netral. Kamu duduk manis, jangan terlihat terlalu mendukung Bung Bagi.”

“Tidak bisa, Pa. Bung Bagi kelereng bilang, dia takkan menang tanpa dukungan yang frontal dari keluarga kita. Dia baru bergabung di Partai Pembokat belakangan, dan utusan partai di daerah kebanyakan orang-orang lama yang tidak suka politikus oportunis. Kalau dia kalah, dan keluar dari partai, penciteraan kita akan jatuh!!!” Libas pun pergi dengan keputusan tetap, penciteraan partai harus didahulukan di atas loyalitas.

Bung Libas, si putera mahkota pun terlibat dalam deklarasi Bung Bagi sebagai calon Partai Pembokat 1 di bulan April 2010. Tepuk tangan riuh mewarnai deklarasi itu, walau tetap ada keraguan, apakah semua yang bertepuk akan mencoblos namanya juga? Bung Nenas Nimbrung dengan elegan tetap membina dukungan dari utusan daerah cukup dengan SMS “Mari berjuang bak pembokat. Melayani tanpa kenal lelah, apa pun pendapat rakyat kita terima, yang penting kita melebur melayani mereka. Citra itu nomor dua. Melayani yang utama.” SMS ini cukup efektif, 393 pimpinan daerah dari 610 hak suara menyatakan mendukung. Malah ada yang SMS balik, “ Kami mendukungmu Bung Nenas, Citra itu hanya piala di layar lebar. Kami butuh pemimpin yang melayani, bukan yang mencitrai...”

Lain lagi Bung Masuki Kali, dia mengumpulkan semua utusan daerah yang mendukungnya di hotel bintang lima, “ Kita sudah merintis partai ini dari awal. Susah senang, manis pahit kita alami bersama. Saya tidak yakin menang, tapi kalaupun ada pemilihan 2 besar, satu pesan saya: ABK! ASAL BUKAN BAGI KELERENG!!!” Dan tepuk tangan riuh terdengar di ruangan VVIP room tersebut. Dan bla-bla-bla, seperti kongres-kongres partai lainnya, 3 hari pertama hanya perdebatan unjuk gigi orang-orang utusan daerah. Semua pintar omong, dan karena semua maunya saling mempengaruhi, ujung-ujungnya semua keputusan harus voting, tak pernah ada yang bisa dimusyawarahkan.

Akhir dari sebuah kongres ujung-ujungnya pemilihan ketua umum. Nego sana-nego sini gencar dilakukan. Pemilihan pertama, Bung Masuki Kali kalah, hanya didukung 123 suara, Nenas 213 dan Bagi 242. Sesuai aturan setengah n plus 1, maka Bung Nenas Nimbrung dan Bung Bagi Kelereng yang akan masuk putaran kedua. Tapi itu yang membuat putera mahkota cemas, SLOGAN ABK. Bagaimana kalau semua suara Masuki Kali mendukung Nenas? Dia yang sudah pasang badan mendukung Bung Bagi akan kalah muka, dan dia akan dikenal sebagai the looser. Padahal sang Papa, Presiden Susahnyo Dianioyo dikenal sebagai politikus ulung, Sang Pemenang. Sedangkan dia, di umur semuda ini, bakal jadi pecundang.

Menjelang pemilihan ketua umum partai putaran kedua, stress tinggi sudah membuat muka sang putera mahkota merengut, tampak lebih tua 15 tahun dari usianya. Penyakit gastritis kronisnya menjadi akut karena stress, ditambah lagi dia gak nafsu makan karena memikirkan akan jadi pihak yang kalah. “Benar kata Papa. Aku jangan terlalu memihak. Apalah jadinya dapat gelar pecundang di usia begitu muda?”

Dan di hari ke 5, pemilihan puncak ketua umum, terjadilah peristiwa bersejarah itu. Setelah aturan pemilihan diumumkan, lalu disetujui forum, maka mulailah pengambilan hak suara. Setelah semua utusan masuk ke bilik, dimulailah membacakan hasil votting. Dan sialnya, 5 suara pertama mendukung Bung Nenas.

“Nenas!” Ujar pembaca surat suara. BRUKKKKK!!!GEDEBUK!!. Semua peserta kongres memandang ke depan ke arah Libas, dia ambruk dari kursinya dan pingsan. Semua heboh, maju ke mimbar berusaha menolong Libas. Dia digotong dan diinfus dirumah sakit. Sepanjang perjalanan di ambulance dia mengigau, “Aku bukan pecundang! Aku bukan pecundang!”

Sidang yang diskors 3 jam akhirnya dilanjutkan oleh Presiden. “Begini, apa pun hasilnya voting ini membuat Libas puteraku stress berat. Bagaimana kalau kita selesaikan saja, kedua calon Bung Nenas Nimbrung dan Bung Bagi Kelereng memimpin bersama Partai Pembokat selama 1 tahun ke depan dalam kepemimpinan kolegial. Setelah Libas bisa mengatasi stressnya, baru kita adu lagi. Setuju?” Tanya sang pembina Prsiden Susahnyo Dianioyo.

“Setuju!!!!” Sambut semua peserta bertepuk tangan dan bersalam-salaman.

Demokrasi yang aneh? Memang selalu ada fatamorgana dalam demokrasi, terutama yang masih memakai pola kultus-kultus-an dan citra-citraan. Dan sang putera mahkota Libas, ternyata baru siap untuk menang dalam berdemokrasi, tetapi belum siap untuk kalah. Atau tepatnya, Otak Libas sudah siap berdemokrasi tapi lambungnya tak kuat....

Si Libas terlibas...

1 komentar:

  1. pencitraan dan peng-hipnotisan dalam pemilihan menjadi suatu cermin begitu buruknya demokrasi di negeri opini, dan ketika sang ketua dewan tidak lagi berlabel nomor satu, maka disitulah celah-celah daripada (akan) turunnya pamor partai pembokat yang hingga saatnya nanti akan terlibas kembali partai tradisionil.

    pembokat yang nekat membuat kumpulan Seks Bersama yang anggotanya berasal dari penyakit Komplikasi demi utuhnya tiang penyangga kursi dan utamanya pula demi diamnya Bang Sintori yang kemaren mejadi kasus angeut2 empuk, namun skrng terlupakan setelah adanya kumpulan seks bersama tersebut. -doh-

    BalasHapus