Minggu, 27 Juni 2010

Sekolah Pungli

Mungkin para guru dan kepala sekolah, terutama di sekolah-sekolah negeri telah scara sadar atau tidak bahwa mereka sudah menanamkan budaya pungli sebagai sarana meningkatkan kesejahteraan hidup. Satu cara yang dari segi moral sungguh tidak etis.

Sejak dini, generasi penerus bangsa itu sudah ditanamkan bahwa pungli itu sah untuk mensejahterakan kehidupan. Wujudnya dalam bentuk pemungutan biaya administrasi, sumbangan, uang pembangunan dan lain sebagainya yang pada masa sekarang ini sudah jelas-jelas semua pungutan tersebut sudah tidak dibenarkan.

Kita semua tentunya masih ingat bagaimana saat pertamakali kita masuk sekolah dasar dulu. Sejumlah biaya kita keluarkan untuk uang pendaftaran, uang seragam, uang gedung dan sebagainya.

Kemudian setelah masuk, kita dikenakan uang SPP, uang buku dan segala bentuk pungutan yang intinya sebagai peningkatan kesejahteraan para guru karena kebutuhan hidup dan gaji yang mereka dapatkan tidak sesuai katanya.

Semenjak dari bangku SD di benak kita sudah tertanam apa yang harus kita lakukan jika kebutuhan hidup dengan gaji tidak sesuai. Kita berhak menggunakan kewenangan lewat jabatan yang kita miliki untuk mengumpulkan uang sebagai penambah penghasilan.

Pendidikan agama dan perilaku moral yang diajarkan sudah bertentangan dari sejak dini. Para guru tidak mengingatkan kepada anak murid mereka bahwa apa yang telah mereka lakukan salah dan melanggar hukum.

Tapi mereka malah mencari pembenaran dengan menghadirkan logika seperti: sekolah masih membutuhkan dana untuk pengembangan pendidikan yang kurang dari pemerintah.

Logika yang tentu saja benar tapi salah dari segi moral dan hukum, apabila pelaksanaan pemungutan biaya tersebut dijadikan sebagai sebuah kewajiban dengan sejumlah ada konsekuensi yang mengikat bila tidak dijalankan oleh orangtua peserta didik. Seperti: tidak boleh ikut ujian, tidak dapat hasil nilai akhir, dan sebagainya.

Dengan demikian, anak didik mereka tidak diajarkan cara yang lebih kreatif untuk mendapatkan dana bagi pengembangan pendidikan sekolah mereka. Yang ada mereka diajarkan menyalahgunakan kewenangan atas jabatan pada institusi yang para pendidik miliki.

Walhasil, sampai detik ini sudah hal yang lumrah bagi kita semua kalau generasi muda sekarang sudah bisa melakukan PUNGLI demi hidup mewah dan nyaman. Sebuah perilaku penyimpangan sosial dan budaya yang sangat parah dari sebuah bangsa yang beradab.

Perlahan mungkin kita hanyalah sebuah bangsa biadab yang hidup senang dari penderitaan orang lain melalui PUNGLI, KORUPSI, dan kejahatan sosial dan moral lainnya.

3 komentar:

  1. Kalau guru kayaknya nggak ngurusi uang sekolah Mas.
    Ini yg saya tau, karena 25 taun lebih saya jadi guru.
    Tapi saya nggak tau kalau sekolah lain gurunya ikut.
    Kalaupun ikut, itu karena tugas sampingan yg diberikan oleh Kepala Sekolah.
    Lha kalau Kepala Sekolah mungkin iya, tapi yg ini saya nggak tau krn saya bukan Kepala Sekolah.
    Lalu, apakah uang pungutan itu dibagikan kepada guru?
    Yg saya tau lagi2 tidak.
    Saya sedih kalau anak2 saya salah tafsir dikira bapaknya makan uang pungli.
    Kalau saya nggak kerja nggak ada yg mbayar lho Mas.

    BalasHapus
  2. tulisan yg aneh ... kewajiban kok di sebut pungli

    lagian yg ngurus uang tetek bengek itu bukannya bagean TU bukan guru?

    kalopun ada palingan bayar LKS, itu juga ambil untung bukan pungli ... xixixi

    BalasHapus
  3. Uang Seragam itu aneh,
    Uang Sumbangan namun ditentukan nilainya dan di tagih itu juga aneh, uang daftar ulang = sekolah tapi tiap tahun daftar maneh...
    apalagi silakan ditambah listnya eh uang iuran OSIS selama sekolah saya g pernah lihat laporannya

    BalasHapus