Kalau jadi pemilik toko televisi, kita asyik bisa nonton secara paralel tayangan “Kick Andy” di Metro TV dan “Republik Mimpi” di TV One. Metro TV adalah milik Surya Paloh dan TV One milik Aburizal Bakrie. Kedua pengusaha ini tengah bersaing memperebutkan kursi Golkar, partai yang semakin peot karena perolehan suaranya semakin melorot. Tetapi tokoh masih menjadi rebutan mereka berdua. Karena mereka masih berasumsi kalau menjadi Ketua Umum Golkar , masih punya “bargaining position” dengan SBY, yang nyaris akan semakin mendekati kekuasaan seniornya Soeharto dalam mengangkangi kekuatan parlemen. Oleh karenanya, Surya Paloh dan Aburizal Bakrie secara maksimal memanfaatkan media elektronika yang dimilikinya tersebut secara optimal untuk saling “membunuh”.
Hanya kita sebagai penonton televisi menjadi sangat sebel. Andy F. Noya yang dibangga-banggakan sebagai sangat humanis, pembela rakyat dan tak mau disetir oleh siapapun pengusaha kelas kakap termasuk oleh bos Surya Paloh, ternyata “wartawan kelas ecek-ecek” juga. Apakah pasca insiden ini Andy F. Noya akan mundur dari Metro TV kita tunggu saja......
Dan di channel lain, TV One, seorang Emha Aenun Najib, yang bangga disebut budayawan papan atas Indonesia, yang dulu juga sangat bangga “direken” oleh Soeharto karena diundang sangat eksklusif satu dua hari sebelum Reformasi, begitu gagahnya membela keluarga Bakrie dalam kasus lumpur Lapindo. Apa urusannya budayawan Emha lebih membela pengusaha kelas atas Indonesia dibanding membela korban lumpur Lapindo?
Media, baik itu media cetak maupun media elektronika memang semakin kasat mata telah menjadi alat para pemiliknya memainkan kepentingannya. Bisa kepentingan bisnis, bisa kepentingan politis atau sekedar menjadi alat mendongkrak popularitas pribadi menjadi selebritas alias pesohor. Bagaimana penonton yang sangat sebel akan segera pencet “remote control” manakala Surya Paloh, pemilik Metro TV begitu seringnya berbuih-buih di depan Metro TV seolah sangat heroik dengan durasi 4 sampai 5 menit tanpa editing sama sekali dari Pemimpin Redaksi Metro TV yang tentu sangat takut sama “big boss”. Masih agak mending Aburizal Bakrie tak turun gunung, dan menganggap lebih pantas diwakili oleh sang putra mahkota Anindya Bakrie untuk sering muncul di TV One.
Inilah persis apa yang dikatakan oleh John Swinton, the former Chief of Staff for the New York Times, he is quoted as follows:
“.......The business of the journalists is to destroy the truth; to lie outright; to pervert; to vilify; to fawn at the feet of mammon, and to sell his country and his race for his daily bread. You know it and I know it, and what folly is this toasting an independent press? We are the tools and vassals of rich men behind the scenes. We are the jumping jacks, they pull the strings and we dance. Our talents, our possibilities, and our lives are all the property of other men. We are intellectual prostitutes."
* catatan gambar diperoleh dari sini
gendeng! ini namanya pelacuran jurnalisme!
BalasHapuskalo blogger sama dengan pelaku monetize kwkwkwkw... *tunjuk hidung sendiri*
BalasHapustunggu, ntar tak buat stasiun TV sendiri yg mana dilarang ada iklan partai sama sekali *gak payu la'an* :D
BalasHapusSadar atau tidak, memang beginilah keadaan negara Indonesia Kita yang katanya Makmur & Sejahtera
BalasHapuswaduh sama-sama dari pertelevisin. bisa bisa mereka jadi sutradara untuk negeri ini wekeke
BalasHapusbanting ae tipine eh ojo ding wenehno aku ae
BalasHapusSudah pada tau blognya Paloh atau Abu belum???
BalasHapusAlamatnya apa ya?
-Nggon wes tak bredel dewe tayangan2 tentang rebutan kursi ketua golkar.... asal muncul wajah orang 2 itu otomatis mencet channel liane hahahaha.... muak banget..!!
BalasHapusbrati,
BalasHapuskalo dah kaya mending beli/mbikin setasiun tipi, biar bisa gawe ontran-ontran sak enaknya sendiri
kalo perlu,
iklannya menampilkan yang punya terus :D
@deteksi : comment yang kedua daku tidak ikut berkomentar
BalasHapus@flylha : iklan bukan cuman partai politik saja, masih ada iklan minyak gosok
@aji : Indonesia-ku Indonesia-Mu juga, HIDUPLAH INDONESIA RAYA.....
@eros : hasil film sutradara tersebut adalah PEMILIHAN UMUM... xixixixi...
@senoaji: aku yo gelem nek diwenehi tipi plasma seket inchi
@pakdhe marsudiyanto: kulo mboten ngertos pakdhe, koyone gak duwe blog...
BalasHapus@xitalho : ho - oh
@pradna : TOZZZ......
yah...begitulah kalo namanya yang punya duit gede
BalasHapussungguh repot kalau stasiun TV yang seharusnya berpihak kepada kepentingan publik sudah menjadi corong dan alat kepentingan politik. meski tersamarkan, aksi2 propaganda politik secara halus pasti tak akan bisa dihindarkan. semoga saja andy f noya masih memiliki idealisme utk tidak melacurkan diri ke dalam industri TV yang dikendalikan oleh politisi tertentu. doh!
BalasHapusndonyane tambah kaco, uteke dho njepat!
BalasHapustsk tsk tsk...
BalasHapuskalo ga gitu gag bisa hidup :p
yg ga punya stasiun tv gimana yah,,,,,
BalasHapustp emang pantes aja kali ,,,kan itu tv punya dia,,jd ya semau gw gitu,hehhee
tapi lama2 sebel juga liat surya paloh di metro tv terus2an,,,,
BalasHapus@all : kalo punya uang dan kekuasaan semua dapat dilakukan se-enak gue....
BalasHapushmmmm ya begitulah.... urusan perpolitikan mah bikin gak jelas malahan.....
BalasHapussaya nggak yakin juga banyak orang yang nonton... mending nonton film atau sinetron wahaha :D
BalasHapuskui tipine merk opo kok ndadak dadi pelacur disek? tapi aku yo pelacur lho....
BalasHapus@vie : Intulah Indonesia....
BalasHapus@suryaden : nek sinetron bosen wes aku...., ndelok JAV yuks....
@gajah : pelacur blog (rofl)
Kalo partai lahirnya dari kekuasaan memang mudah untuk "membeli" :D
BalasHapusjudule lucu gak.. nembak kiwed yee
BalasHapusDan di channel lain, TV One, seorang Emha Aenun Najib, yang bangga disebut budayawan papan atas Indonesia,
BalasHapus======
berita yang dipelintir
yang dulu juga sangat bangga “direken” oleh Soeharto karena diundang sangat eksklusif satu dua hari sebelum Reformasi,
====
berita yang dipelintir juga
begitu gagahnya membela keluarga Bakrie dalam kasus lumpur Lapindo. Apa urusannya budayawan Emha lebih membela pengusaha kelas atas Indonesia dibanding membela korban lumpur Lapindo?
======
dipelintir lagi kah?
tanya pada yang bersangkutan atau orang2 terdekatnya.
Salah satu kelemahan masyarakat Indonesia yang dianggap sebagai opportunity bagi pemilik media tersebut adalah masyarakat selalu menganggap bahwa apa yang keluar dari media adalah BENAR.
BalasHapusYang salahpun, kalau keluar dari "mulut" media pasti jadi benar. Kayaknya wartawan lebih dipercaya dari pada pendeta. skrg banyak media yang lebih menonjolkan sisi marketingnya dari pada informatifnya. Ini terbukti dengan seringnya media membuat kata2 yang bombastis alias melebih2kan.
Yuk, sama2 kita yakinkan rekan2 kita bhw media blm tentu benar.
sayang aku gak gitu paham masalah politik2 gini
BalasHapusMemang pelacur..
BalasHapusBikin dolly versi politikus aja..hahaha
jiaann..! wedhus balap...!
BalasHapuskoyo ngono wae ngge rebutan.. (doh)
siapa menguasai media, maka dia berkuasa...!
BalasHapus